12 January, 2014

Mimpi yang Menjadi Nyata


Pikiranku sudah tidak jernih lagi. Kelakukanku sudah tidak wajar lagi. Pipiku sudah basah, mataku sudah lelah. Cahaya matahari terasa sangat menusuk kulitku. Tidak, menusuk hatiku. Aku meneduh dibawah pohon rindang ini. Duduk di ayunan dan berharap semuanya tidak memburuk.


Aku menggoyang-goyangkan ayunan tua yang tergantung diatas pohon kokoh ini. Sepasang mataku terus memberontak ingin tertutup, aku tak membiarkannya. Kantung mata sudah terbentuk dengan sempurna dibawah mataku. Tapi, setiap kali aku menutup mataku, sosok itu terus mendatangiku. Wajahnya terus berada didalam kepalaku. Aku sudah berusaha mengeluarkannya, dan selalu saja gagal. Dia terus mengganggu mimpiku. Aku tidak bisa merasakan lagi mimpi indah yang selalu kunanti-nantikan setiap malam.

Aku menggenggam seutas tali. Aku menggantungnya diatas pohon dan mengikatnya menjadi bentuk O. Aku hanya memegangnya, erat. Berusaha menghilangkan pikiran aneh itu.

Aku kembali berjalan kearah ayunan tua itu. Menggoyangkannya dan merasakan angin sepoi-sepoi yang menerbangkan rambutku. Sekali lagi, mata ini ingin tertutup. Dia ingin tertutup dan kupikir selamanya. Aku menggeleng. Ayunan ini merusak pikiranku. Aku bangun dari ayunan dan duduk di atas rerumputan hijau. Aku tidur diatasnya.

Aku menutup mataku sekali. Saat aku membukanya seseorang tidur disampingku. Aku terkejut setengah mati. Aku pikir aku telah berada di dunia akhirat karena seorang malaikat berada di sampingku. Aku memerhatikan dengan baik, ini bukan malaikat, ini orang yang merusak segalanya dalam hidupku. Ini bukan akhirat.

Aku ingin pergi, tapi wajahnya begitu tampan. Menggodaku untuk memerhatikan wajahnya yang sedang tertidur pulas itu. Aku ingin memegangnya, dan aku menggurungkan niatku. Aku menopang daguku dan melihat wajahnya lagi. Aku kecanduan, aku tidak bisa berhenti melihat wajahnya.

Aku mendekati wajahnya. Dia bangun. Kami berdua serentak teriak, lalu tertawa bersama. Kami duduk berhadapan. Dia membuka lebar tangannya dan mengarahkannya kearahku. Aku segera memeluknya erat. Aku tidak ingin melepasnya lagi. Aku tidak ingin membiarkan dia pergi lagi.


"Jangan pernah tinggalkan aku lagi." Setetes air mata terperosot ke tanah. Dia menghapus dengan jarinya. "Jangan nangis, dasar cengeng. Aku tidak akan tinggalkan kamu lagi." Dia menggacak-acak rambutku. Aku cemberut dan membenarkan rambutku. Dia tersenyum. Aku senang bisa melihat senyuman itu lagi. Aku membaringkan kepalaku kebahunya. "Dasar manja." Aku tersenyum dan memeluknya sekali lagi. Dia mencium dahiku. "Aku mencintaimu, sekarang dan selamanya. Seumur hidupku, aku janji hanya akan mencintaimu. Cukup kamu seorang."

Buk. Auh. Aku menjerit kesakitan. Setangkai dahan pohon jatuh menimpaku dan sebercak tanda merah tertempel di dahiku. Ternyata itu mimpi. Oh, tidak. Mimpi. Dia merusak mimpiku, lagi.

Pipiku kembali menjadi sebuah air terjun. Aku sadar dia akan terus tertidur dalam pikiranku dan hanya akan berada dimimpiku, bukan dihidupku. Dia sudah berada didalam pelukan wanita lain yang tidak akan pernah melepasnya.

Aku mendongakkan kepalaku keatas. Seutas tali itu menggodaku. Aku berjalan kearahnya. Air mata terus menggalir dengan deras. Memori itu terus berputar didalam otakku. Wajah itu terus terbayang dalam pikiranku. Cinta ini terus terbit dalam hatiku.

Mata ini ingin menutup lagi. Aku akan membuatnya tertutup selamanya. Kedua tanganku meraih tali itu, berusaha memasukan kepalaku kedalammya. Aku teriak. Pikiran ini tidak jernih. Tidak, aku tidak bisa. Tanganku meremas kepalaku. Aku berjalan mundur. Aku teriak sekali lagi. Air mata ini terus terjatuh.


Aku berlari masuk kerumahku. Masuk kedalam kamar mandi dan menyalakan shower. Aku terus menangis didalam kamar mandi. Aku terus menghujani pikiranku dengan gambaran wajahnya. Badanku sudah merasakan getaran hebat. Aku tetap ingin disini, tidak ingin keluar. Aku takut, aku takut aku akan terus seperti ini. Pandanganku sudah mulai kabur.

Dengan sempoyongan, aku berjalan masuk kearah hutan. Aku memegang satu persatu pohon, aku tidak ingin terjatuh. Tidak akan ada yang tahu aku disini. Tidak akan ada yang mencariku. Tidak akan ada yang menangisiku. Sebentar lagi, aku yakin, mata ini tidak akan pernah terbuka lagi. Kepahitan ini akan lenyap. Perlahan, mata ini tertutup, sedikit demi sedikit, tapi pasti. Aku terhempas ke tanah. Didalam mimpi itu, aku yakin, aku akan terus bersama dirinya.

Aku membuka mataku. Dia sudah berada disampingku lagi. Ini awal dari mimpiku. Berarti, aku sudah mati. Dia menggenggam erat tanganku. Aku hanya tersenyum dan berusaha duduk. Dia tidak membiarkanku duduk. "Berbaringlah, jangan duduk."

Aku berusaha bicara dan dia menggarahkan jarinya ke bibirku. "Kamu masih sakit. Jangan banyak bicara. Istirahatlah. Aku akan merawatmu." Aku merasa lemas, dan aku tak berusaha menolak.

Apakah ini mimpi? Kurasa dia bisa membaca pikiranku. "Bukan. Ini nyata. Aku khawatir dengan keadaanmu. Aku kerumahmu dan melihatmu berjalan kearah hutan dan aku mengikutimu. Kamu pingsan dan aku langsung mengobatimu, aku tidak bisa melihatmu terus seperti ini. Aku tidak bisa melihat seorang yang aku cintai menderita karena aku. Aku masih mencintaimu. Aku tidak pernah jatuh cinta kepada wanita lain. Itu hanya sebuah kesalahpahaman. Aku ingin menjelaskannya kepadamu, tapi kau terus saja menolak."

Aku tersenyum. Harus kuakui, aku senang itu hanya salah paham. Aku juga masih mencintaimu. Aku tidak bisa menjawab, mulutku tidak ingin di buka. "Mungkin kamu sudah tidak peduli lagi denganku. Tapi aku janji, seumur hidupku, orang yang aku lindungin itu kamu." Dia mencium dahiku. Senyumku menggembang begitu lebar.

Inikah mimpi yang menjadi nyata?

No comments:

Post a Comment