30 July, 2015

Bukan Mimpi


Selamat malam, untukmu yang ada di sana.
Apakah aku hadir dalam mimpimu? Ataukah aku ikut serta dalam pikiranmu?
Semoga mimpi indah menyertai.

Aku senang bermimpi. Tidak perlu ada hal-hal nyata yang harus ditakuti. 
Aku suka bermimpi. Melepaskan seluruh beban yang harus dipakul tubuh ini. 
Samakah dirimu dengan aku? 
Tapi aku tak sepenuhnya mau terjebak dalam mimpi, sebab kau yang selalu berkunjung ke dalam mimpiku akan lenyap begitu aku terbangun.

Cinta yang kutumbuhkan ini nyata dan tulus. Tolong kau jaga dengan sebaik mungkin.

07 July, 2015

Akhir dari Kisah Kita

Keringatku bercucuran. Aku berusaha mengelap keringat yang sedari tadi membasahi wajahku. Sekian banyak tissue telah kuhabiskanKurasa aku harus pergi membelinya lagi. Matahari sedang tepat berada diatas kepalaku dan kendaraan yang kutunggu sejak tiga jam yang lalu tak kunjung datang. TIGA JAM.
Mobil itu pun menampakkan dirinya, melaju mulus, dan berhenti tepat didepanku. Klakson dibunyikan dua kali. Kaca mobil diturunkan. Dia memperlihatkan senyumannya. Pintu mobil dibuka dan dia berjalan keluar.
"Maaf telah membuatmu menunggu lama, Kate. Tadi aku harus pergi sebentar dan tidak sempat meneleponmu lagi."
 Aku langsung masuk ke dalam mobil tanpa membalas sepatah katapun. 
"Kate, dengar, aku tahu kamu mungkin marah padaku. Tapi sungguh, aku minta maaf."
Aku mengambil earphone dan memasangkannya ditelingaku. Aku memutar lagu hingga bervolume paling besar agar aku tidak mendengar alasannya lagi. Seharusnya aku tidak masuk ke dalam mobil ini. Seharusnya aku pergi saja dengan menaiki taksi. Seharusnya aku tidak menunggunya. Seharusnya aku sudah tiba disana setidaknya dua jam yang lalu! 
Sewaktu aku bersiap-siap dirumah tadi, Alex tiba-tiba saja meneleponku dan memintaku agar bisa pergi ke taman biasa sekarang juga. Katanya, dia akan menjemputku disana, ada hal penting yang ingin dia bicarakan kepadaku. Aku segera pergi menuju taman, mencari kesana-kemari, dan aku tidak bisa menemukannya. Ini bukan lelucon karena aku telah membuang waktu sebanyak itu, sementara pameran itu sudah tutup sejak setengah jam yang lalu. Pameran? Oh, baiklah aku melewatkannya. Ester pasti akan sangat marah kepadaku.
Setelah tahu Alex akan menjemputku, aku langsung memberitahu Ester bila aku akan menyusulnya nanti. Aku tidak mengatakan apa alasannya, namun Ester menyetujuinya dan berangkat sendiri. Kenapa aku begitu bodoh untuk menerima ajakan Alex? Maafkan aku, Ester.
Earphoneku ditarik paksa. Aku langsung ingin mencaci-makinya, tapi dia menempelkan jari telunjuknya dibibirku.
"Jangan berisik."
Dia mendekat dan mengecup lembut pipiku. Aku mendesah kuat.
"Bisakah kau belajar untuk menepati janjimu? Bisakah kau belajar untuk tidak mengingkarinya?" Setetes air mata berhasil lolos. Tidak, tidak. Aku tidak boleh menangis didepannya.
Ini memang sudah kesekian kalinya ia membuatku menunggu selama itu. Dan ini juga yang kesekian kali aku menangisinya. Bodoh.
"Maafkan aku." Dia mengelap air mataku, memelukku erat sekali.
Mobil pun melaju dengan kencang di tengah keramaian ibu kota lima belas menit kemudian.
"Alex, kamu tadi pergi kemana? Kenapa jemputnya lama sekali? Memangnya ada hal penting apa?"
Pandangannya lurus menatap jalan di depan. Sesekali menengok, tapi dia masih belum menjawab menjawab pertanyaanku.
"Alex?"
"Hmm?"
Aku memutuskan untuk tidak bertanya lagi, tidak ingin memicu pertengkaran. Aku bahkan tidak tahu kemana kita akan pergi selanjutnya, pameran sudah tutup bukan? Biarkanlah, aku sedang malas bertanya.