03 August, 2018

Hanya Sebuah Ungkapan Hati

Siapa sangka orang yang dulu begitu mencintaimu, menjauh seakan tak tahu apa-apa.

Mungkin beginilah cara cinta bekerja.
KEJAM.
Tak memikirkan sedikitpun perasaan orang-orang yang menjalaninya.
Ataukah bukan cinta yang kejam?
Tapi orang-orang egois yang begitu haus akan kasih sayang.

Memutar-mutar diriku dalam sebuah siklus yang bahkan tidak ku ciptakan, namun sulit untuk kuhindari.
Dan kini, aku kembali masuk dalam masa-masa dimana aku patah hati lagi.

Aku mengejar apapun yang bisa membuatku nyaman dan bahagia.
Menyimpan segala kenangan -pahit, manis, hambar, apapun- yang bisa membuatku belajar, bertahan, dan terlepas dari siklus ini.

Namun,
mengapa sampai saat ini sulit bagiku untuk melepaskanmu?
Merelakan sesosok lelaki yang telah mengolok-olok diriku, memaksaku untuk pergi dari kehidupannya.

Siapa yang meminta dirimu untuk datang ke kehidupanku dan memasukinya?
membagikan kebahagiaan dan canda tawa untukku?
atau menciptakan sebuah hubungan yang malah kau hancurkan sendiri?

Siapa pula yang mau menciptakan, namun merusak hasil karyanya sendiri?!

Satu.
Dua.
Tiga.
Empat bulan berlalu tanpa satu hari pun yang terlewatkan tanpa memikirkanmu.

Apa kau juga memikirkanku sebagaimana aku memikirkanmu?
Apa kau sudah bahagia bersama yang lain, mengubur dalam-dalam kenangan yang sudah kita lewati bersama?
Sanggupkah aku melihatmu bergandengan tangan dengan wanita lain?

Maafkan aku.
Sungguh.
Aku tak pernah berharap ini akan terjadi.
Tapi sejak kapan sesuatu berjalan sesuai dengan harapanmu?

7 Juni 2016

Stf

01 August, 2018

Seakan Baru Kemarin

Ada sepotong waktu yang enggan ku hapus dari ingatanku.
Ada sepotong waktu yang begitu ingin ku lenyapkan, namun aku tak berdaya.

Seperti sepotong waktu itu.
Ketika hal yang tak pernah ku bayangkan akan terjadi, terjadi begitu saja dengan mudah.

Kau membuat mulutku kaku.
Tak berdaya mengucap sepatah-dua patah kata.

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Ketika amarahmu yang selama ini kerap kau sembunyikan,
diluapkan,
tanpa berpikir itu akan menyakitiku.

Aku terkejut.
Terlebih lagi belum pernah ada seseorang yang memarahiku,
atau mendiamkanku,
sampai sebegitunya.

Ataukah,
diriku terlalu berlebihan mengambarkannya?

Namun ingatan itu masih terasa segar.
Seakan baru kemarin,
kau membuat air mataku menetes begitu derasnya.

Seakan baru kemarin,
kau membuatku tertawa terbahak-bahak dengan seluruh leluconmu.

Seakan baru kemarin,
kau memberiku setangkai mawar dan sepucuk surat merah.

Seakan baru kemarin,
kau berkata "aku mencintaimu, sepenuh hatiku".

Semua ini seakan-akan hanyalah sebuah mimpi -entah buruk ataukah indah- yang pernah terjadi didalam hidupku.

Jadi, apa yang sebaiknya aku rasakan?
Benci?
Bahagia?
Atau apa?


14 Desember 2016.
Dikala itu kita masih bahagia,


Stf