29 March, 2014

Kehilangan


Pelita yang bersinar terus menerangi ruangan yang gelap gulita ini. Semakin lama semakin redup dan kian habis. Minyak menguap pergi ke udara dengan mudah tanpa sedikit pun beban yang di genggam. Pelita pun sekarat. Cahayanya sekarang hampir menyaingi gelapnya ruangan kosong ini. Hingga hanya tersisa kegelapan yang menggelitik hati.

Itulah kamu. Minyak yang tidak mendapatkan sebuah hati nurani semenjak kau lahir. Perasaanmu telah terkutuk sekeras batu. Tak peduli apa yang akan menimpamu nantinya. Tak peduli seberapa besar bongkahan pilu yang akan menimpaku.

Pelita, sebut saja itu aku. Kuat karena minyak, lemah tanpa minyak. Sekarang bagai sampah yang mengganggu kehidupan kota. Terbuang dan tak diinginkan seorang pun. Menjijikan.


'Minyak, kemana kau pergi? Aku terkurung dalam kegelapan batin. Aku butuh kamu, sangat.'
'Jangan mencariku. Pulanglah.'

Itulah perpisahan denganmu. Sebuah kehilangan yang tidak menyenangkan. Aku sudah mendapati kejadian itu berlipat-lipat kali sebelumnya. Berapa banyak aku bermimpi juga tidak akan bisa menutupi kepedihan yang merasuki hati. Perkiraanku tak sebanding dengan kenyataan.

Dan, inilah kehilangan yang paling tak aku inginkan dalam sejarah. Kehilangan sosok seperti dirimu.

Membahagiakanmu

Lihat permata itu! Begitu cantik dan menawan. Siapa tak menginginkannya? Hanya sang bodoh yang tidak menuliskannya dalam daftar. Aku akan segera memperolehnya.

Aku mencoba dan semakin ku lakukan, kemungkinan-kemungkinan yang ada semakin menciut. Pernah tersirat dalam otakku untuk berhenti dan ku yakin itu bukan pilihan terbijak. Cita-citaku belum teraih. Mana boleh aku melakukan perhentian bahkan penundaan sedetik pun.

Berbagai keputusasaan tak pernah berpikir untuk tidak menghantamku. Kegelisahan tak segan-segan unutk meruntuhkan keyakinanku.Ketakutan melumpuhkan smengant juangku. Kini, hanya khayalan yang bergumul dengan keaslian.

Lalu sekilas, senyumannya berhasil menyihirku. Tenagaku seolah terisi kembali dan penuh. Kesemapatan boleh tinggal sedikit, tapi perjuangan jangan. Aku akan mengambil setiap kesempatan yang ada. Apapun hasilnya, apapun yang akan ku terima.

Setiap kegembiraan yang terajut dalam dirinya adalah kegembiraanku pula. Tenaga akan ku habiskan demi kebahagiaanmu. Bila saja bukan aku pilihanmu, tidak apa. Aku tetap akan menjagamu meski orang lain sudah berada dalam pelukanmu.

'Kau bahagia, bukan begitu?'

-empty-



Cinta. Sejuta rasa, sejuta harapan, sejuta perjuangan. Sulit didefinisikan maupun disinonimkan. Terlalu luas jangkauannya.

Aku tak pernah bermimpi untuk bisa merasakan ini. Dia menghampiriku lalu menetap seakan tak ingin pergi sejengkal pun. Dan akhirnya aku memilih untuk merawatnya.

Adakah rasa ini dihatimu? Aku harap begitu, namun aku tak pernah yakin. Kau seolah selalu menjauh disaat cinta ini semakin membuncah. Aku terus bersusah payah menarik perhatianmu dan aku menjadi lebih percaya. Kau tak pernah menyimpan rasa yang tak ingin dan sudah ku rasa ini.



Seiring waktu berubah menjadi sejarah, cinta ini tak kunjung reda. Selalu ingin menetap dan memberontak untuk tinggal. Kendati pun singgasana ini terlalu payah untuknya, mahkota berduri menghiasi kepalanya, dan sekalipun keris-keris mengepung, dia tetap ingin mendudukinya. Dia siap, sangat, untuk menghadapi terjangan yang akan datang.

Istanaku tidak lagi sekokoh yang seharusnya. Penjaga tidak lagi tangguh. Dan sedari dulu, aku tidak sekuat baja. Aku hanya berpura-pura kuat, ya aku kuat, kuat untuk meredam rasa sakit yang kau lemparkan untukku. Sehebat itukah aku?

Dirimu yang sudah lama pergi merenggut gelak tawa dari pita suaraku. Bahkan, merobek lukisan senyum yang selalu terpajang dibibirku. Menyisahkan tetesan air mata di kelopak mata, hanya itu. Kenapa tidak turut kau bawa rasa sakitku?

Sakit berpadu perih sekarang setia menemaniku. Perlahan rasa cinta itu masih tak menyurut. Dia berubah menjadi sebuah rasa yang lebih rumit. Hingga aku tak mampu menuliskannya. Istanaku sudah roboh dan berganti menjadi gubuk. Kosong, tak ada apapun didalamnya. Lantas, kemana rasa rumit itu?

26 March, 2014

Kesempatan Kedua

Panggilan itu seakan mendorongku untuk maju. Aku tidak ingin terus diselimuti oleh kepedihan yang selalu datang semenjak dia beranjak pergi. Kau perlahan membukakan lagi pintu untukku, seakan membiarkanku masuk lalu terkurung selamanya dalam kebahagiaan.


Aku ragu, ragu untuk melangkah lebih jauh lagi. Keyakinanku terus meluap dan terbang pergi entah kemana. Aku takut kembali salah dalam mengambil keputusan. Tidak ada siaran ulang dan ini adalah kesempatan kedua yang terbaik. Aku tak mampu memilih.

Bisakah aku melihat masa depan? Segenap perasaanku memaksaku untuk masuk. Namun, sekujur tubuhku terasa kaku untuk bergerak bahkan selangkah pun tak mampu. Aku tak kuasa menghadapi masa depan nanti.

Belum ada jawaban yang pasti. Berakhir bahagia atau tidak. Aku pun yakin, berusaha meyakinkan diri, pilihanku adalah pilihan yang tepat.

'Kembalilah!'
'Ya. Aku tahu ini sebuah jebakan yang menyenangkan.'

25 March, 2014

Berbeda


-Hanya kenangan yang bisa mengisi sejarah kita berdua.-


Tampak dari matamu sebuah tatapan yang tak seindah dulu. Terdengar dari mulutmu sebuah ucapan yang tak semanis dulu. Dan terpoles dari bibir sebuah senyum yang tak semenawan dulu.

Suasana memang sudah tidak seperti bayanganku dan aku tak boleh banyak berharap lagi. Mahkota berlian yang pernah kau berikan untukku perlahan berubah menjadi mahkota duri yang mampu menusuk seluruh perasaanku. Lihatlah, aku masih menyimpannya dengan bodoh. Betapa bangga diriku menyebarluaskan berita ini.

Mungkin aku pernah singgah dalam kerajaan cintamu. Namun kurasa kau menendangku keluar dengan penuh gairah. Tak ada sedikitpun belas kasihan. Tanpa cinta yang selalu kau sebut-sebut itu. Bahagiakah kau? Aku belum.

Terkadang, aku hanya rindu kita yang pernah tercatat di masa lalu. Sudahkah di hembuskan bagai debu oleh angin lalu tak akan kembali?

Harapanku, kembalilah pada pribadimu yang pernah ku banggakan.

21 March, 2014

Tak Mampu Melepas

-Masihkah kau mengingat kita yang dulu? Masihkah kau mengenal aku? Atau sudahkah kau melupakan aku?-


Hari bahkan bulan telah banyak berlalu menjadi bagian dalam hidup yang tak akan pernah bisa di ulang. Diantaranya masih tersisa kepedihan hati. Mengapa kau tak kunjung pergi? Sulit untuk menghindar dari sosokmu yang kerap mengunjungi malamku. Betahkah kau disana? Keluar dan datanglah ke dalam kehidupan nyataku, seperti waktu itu.

Kau pernah kembali dalam waktu yang tak banyak. Benih-benih harapan sudah mulai tertanam lagi hingga sekarang. Meski kau telah pergi lagi, aku masih sangat berangan. Sungguh aku ingin berjumpa, aku merindukanmu.

Tidak ada lagi hal yang patut aku khawatirkan, apa lagi tentang dirimu. Namun kau seakan memungut semua kepedulianku  dan membawanya kabur. Aku bahkan tak pantas untuk melakukannya. Dan tak bisa di pungkiri, entah apa yang benar-benar mendorongku, aku melakukannya dari belakang layar.

Sempat terlintas dalam benakku untuk menghubungimu. Badai kebimbangan terus memorak-porandakan pikiranku, hingga pada akhirnya aku mengurungkan niatku. Disana lautan kenangan sudah terlihat dengan jelas. Terbentang luas juga membatasi hubungan kita. Kapan kemarau tiba hingga lautan itu kosong?

Mungkin, panasnya kecemburuanku bisa menguranginya. Dan itu tidak seimbang dengan air mata yang tak berhenti turun dari kelompak mata. Api amarah juga tak mampu menghalangi pilunya hatiku. Masa ini pasti akan cepat berakhir.

Aku sadar, ada sebuah ikatan setipis benang yang membuat diriku sendiri sulit untuk melihatnya. Ya, aku masih dan sangat merindukanmu. Memang rasa cinta yang dulu selalu berkoar-koar ini sudah mati, tapi aku masih sulit membiarkanmu lepas dari sisiku.

Untuk mimpiku, berubahlah menjadi nyata, sekali saja.


18 March, 2014

Makna Sesungguhnya


Aku sudah menyadari dan lebih mengerti. Jalan yang kita lalui bersama memang bukanlah yang terbaik. Tidak ada hal yang bisa menyatukan kita bila Tuhan tidak merencanakannya.

Terimalah semua ini. Aku sudah banyak belajar dari pengalaman yang sudah berlalu. Harus kuakui, semua butuh proses yang tidak instan. Tapi keinginan yang kuat pasti akan menuntunku untuk menggapainya. Rintangan yang ada hanya akan menguji seberapa tangguhnya diriku.

Percaya maupun tidak, di luar sana banyak lelaki yang akan meninggalkan cerita dalam hidupku, bukan hanya dia. Sakit, pahit, lelah, senang, tawa, semua akan beradu menjadi satu. Jangan takut, lalui dan nikmati saja.

Siapkan dirimu untuk melihat seorang yang akan setia berada disisiku nanti. Dan bila saja kau yang menemukannya dahulu aku sudah sangat siap. Aku akan mendukung secara penuh hubungan kalian dan begitu pun seharusnya kau.

Aku yakin, cinta adalah sebuah tanda perjuangan. Bukan hanya sepihak ataupun sendiri, melainkan bersama selalu. Jika pun tidaklah berakhir bahagia, lepaskanlah. Mungkin belum saatnya aku memperoleh setitik kebahagiaan itu. Bukan berarti aku tidak akan pernah mendapatkannya.

Sekarang, aku sudah merasa lebih bebas. Tanpa adanya rasa dendam dan sakit yang pernah singgah dihatiku. Kini hanya tersisa sebuah singgasana mewah. Masih kosong, karena dirimu yang telah menginjakkan kaki lalu memutuskan untuk pergi. Siapakah kandidat selanjutnya?

Makna sesungguhnya cinta bukanlah kesengajaan, melainkan ketidaksengajaan. Kita terjatuh dan memang bukan itu keinginan kita. Siapapun itu nanti, kuharap dialah yang terbaik dari yang terbaik, selain dirimu.

15 March, 2014

Masih Merindu

Rindu ini kian mencuat. Mengekang diriku lalu menimbulkan air mata. Aku prihatin dengan kondisiku sekarang ini, semakin lama terus memburuk.


Tentu, aku sangat merindukan sosok dirimu yang pernah mengucap janji. Namun, bukan ini yang aku inginkan. Aku hanya rindu dan tak mampu mengartikan semua rasa yang terselinap sekarang.

Aku tahu ini aneh dan aku tidak bisa menghancurkannya. Jangankan menghilang, berkurang saja tidak. Masih saja terus merindu tanpa alasan yang pasti. Bisakah kau berhenti tumbuh, rindu? Tolong.

Hantaman belati masih terasa di ulu hatiku. Bagaimana bisa aku melupakan rasa sakit yang amat sangat ini? Bahkan, aku tidak yakin bisa menghilangkannya dalam ingatanku. Kejadian ini sudah membatu dan terukir sangat kekal. Jika saja belati itu bisa dicabut, kurasa tak akan memengaruhinya. Bekas luka itu masih teroles dengan baik. Mungkin aku memaafkanmu akan hal ini, namun sekali lagi aku tidak melupakannya. Inikah penyebab rindu?



Dia masih belum puas untuk membesar. Terus meraung ingin menangkap rupa wajah manisnya itu. Sadarilah. Tidak ada lagi kita yang dulu, yang saling mencinta. Hanya ada aku dan kamu, yang berpura-pura lupa akan masa lalu yang menjerat.

Aku merindukan kenangan itu. Kenangan manis diantara kita berdua. Bergandengan tangan bersama, menyusun setiap rencana akan masa depan. Kenangan manis yang terlalu disayangkan untuk dihapus.

Lalu, mimpi kembali menghantuiku. Mimpi, selalu. Mimpi indah yang selalu menghantarkanku untuk menjumpai wajah manismu itu. Selama aku tertidur, selama itu pula aku melihat bayangmu. Hanya ini satu-satunya cara untuk menerbangkan satu per satu rindu yang ada. Seandainya saja aku terus bisa tertidur, mungkin aku tidak akan merindukanmu lagi.


Untuk rindu yang belum berhenti, belum lelahkah?

14 March, 2014

Kembali Bimbang


Aku sudah bersusah payah untuk meyakinkan hati, meneguhkan hati. Dan tetap saja sulit. Sebagian diriku berkata iya, dan sebagian lagi tidak. Lalu apa yang harus aku lakukan?

Kau tidak pernah akan tahu apa yang aku rasakan sekarang ini. Siapa pun itu tidak akan pernah bisa mengerti, ya termasuk diriku. Marah. Sungguh, aku marah kepada diriku sendiri karena bisa terjebak dalam rasa yang sangat tidak menyenangkan ini. Kasian. Aku turut mengasihani hidupku yang ku biarkan tersiksa dengan seluruh cobaan-cobaan ini yang kau beri.

Ada suatu kejadian yang membuatku bisa keluar dari lautan kesedihan ini. Tanpa ku cari, seluk beluk keburukan dirimu kian digosipkan oleh orang-orang sekitarku. Ini menambah kekuatanku untuk melupakan sosok dirimu. Namun, pernahkah kau berpikir itu akan berhasil?


Air mata sempat menetes dari kelenjar mataku saat mendengar berbagai kisah menyakitkan yang menimpaku. Sebenarnya tidak pantas untukku yang bukanlah siapa-siapa. Tetapi aku tidak bisa menahannya.

Orang yang aku sayangi adalah orang yang menyakitiku. Fakta ini selalu tergiang dalam gendang telingaku.



Lalu, datanglah dia. Aku masih ragu. Hanya saja, aku senang dengan kedatangan dirinya, yang mampu menaburkan benih-benih tawa. Tapi tetap saja belum berhasil menyayat pilu-pilu yang diciptakan masa laluku itu.

Anggap saja aku berada di dalam hutan. Tersesat. Bimbang. Butuh petunjuk. Tak tahu arah apa yang harus ku ambil. Begitulah aku sekarang. Aku ingin kembali ke jalan awal, titik pertamaku. Bagaimana carannya? Bahkan aku sudah tidak mengingat rute perjalanannya.

Setiap langkah ku beranikan, setiap langkah pula aku menyesal. Aku masih terlalu takut menerima resiko-resiko di akhir cerita nanti. Aku benar-benar tak ingin jatuh ke dalam lubang yang sama.

"Kau mencintai 'dia' bukan?" Kalimat itu di lontarkannya.
Kau bercanda! Aku bahkan tak sanggup menghapus bayangmu dalam pikiranku. Bagaimana bisa aku memulai sebuah kisah baru lagi? Aku hanya ingin mencoba lagi untuk melupakanmu.

Terkadang, secercah harapan kian mengisi benakku. Aku tak mau menghayal. Harapan itu terus menerus menhujamku. Seakan menunjukkan kepada diriku bahwa itu benar. 'Kau masih menyayangiku' Apa? Otakku belum mau percaya dan hatiku sudah mendukung penuh proposisi itu.

Maafkan aku bila aku sulit untuk melepaskanmu. Mungkin karena banyaknya kenangan dan rasa sayang yang aku persembahkan untukmu. Mungkin juga karena rindu. Tak tahu, bimbang.

Untuk sang kelinci abu-abu dengan teman dekatnya.


11 March, 2014

Untuk yang Kesekian Kali

Sekian lama aku menyimpan sakit, sekian lama pula aku terluka. Ditengah kebahagiaan yang menyelimuti dirimu, diriku terlantar disini. Diantara orang-orang yang sudah tak lagi memedulikanku.

Aku mempunyai mulut dan kurasa apa gunanya bila aku tidak menggunakannya? Diam memanglah emas. Tapi mohon maaf, aku tak mampu untuk terus memendamnya.

Semakin kusimpan, aku semakin tersiksa. Semakin kuucapkan, kebimbangan semakin menghantuiku. Apa yang sebenarnya kian mengoyak hidupku ini?

Berubah.
Ya, semua telah berubah.
Aku, kamu, kita semua berubah. Tidak ada lagi aku yang dulu atau kita yang pernah bersama.

Kau adalah sejarahku, masa laluku. Tentu kau sangat berharga karena sejarah tak dapat di beli. Terlalu egois bila aku ingin kamu pergi meninggalkan kekasihmu yang baru itu. Namun, bisakah kau membantuku melepaskan jeratan cinta yang masih tertuju kepadamu?

Sejarah kita mungkin akan terbengkalai, tapi tidak menghilang.

Dengarkan aku. Maaf bila selama ini omonganku begitu menyakitimu. Maaf bila aku membuat dendam menumpuk dalam hatimu. Juga maaf bila kata maaf tak cukup untukmu. Aku tak berhak melakukan apapun sebagai permohonan maafku.


Dan bila saja kau terus membenciku, silahkan.
Aku senang karena rencanaku berjalan lancar tanpa hambatan.

Jangan salah paham.

10 March, 2014

Cinta yang Baru


Jagat raya sangatlah besar. Bumi begitu luas. Manusia tidak hanya satu, tapi kenapa aku bisa dipertemukan dengan sosok sepertimu? Takdirkah? Atau hanya kebetulan belaka? Belum pernah aku mengsketsa rupa wajah sepertimu dalam kehiudpanku.

Oh tidak. Getaran pita suaramu membangunkan ion cinta yang telah tertidur pulas. Dia begitu terpesona denganmu. Hingga dia berpikir kamulah mimpi indahnya selama ini.

Lengkungan dibibirmu sama seperti lengkungan pelangi yang ada setiap hujan. Ion-ion cinta itu seakan merasa tenang begitu melihatmu. Awas, dia ingin mencuri hatimu.

Awalnya, aku tak percaya lagi akan cinta. Ion cinta itu sengaja aku beri obat tidur. Namun betapa hebat dikau mampu membuatnya sadar kembali. Harapan demi harapan mulai bermunculan. Bahkan aku lupa akan janji yang sempat aku ucapkan.

Kebimbangan pun menyerang pikiranku. Aku tak mengerti apa yang harus aku lakukan. Kedua bola matanya membiusku untuk terus menatapnya. Ku pikir ini hal yang benar-benar bisa membuatku gila. Kau menggenggam tanganku dan menyalurkan rasa hangat. Nyaman sekali. Aku takut, aku takut ini akan cepat berakhir.



Oh pangeran tampang, terima kasih atas rasa istimewa ini. Kumohon berilah yang terbaik untukku. Aku... menyayangimu.

Untuk hati yang sempat terluka, selamat penyembuh sudah tiba.

08 March, 2014

I Don't Like White (Part 1)

"Aku benci putih, tapi kurasa aku menyukaimu."


Surat yang begitu di tunggu akhirnya tiba tadi siang. Betapa terkejutnya diriku mendapatkan seorang pengantar surat di ujung rumah. Ku baca surat ini dengan serinci mungkin. Ku catat dengan betul waktu dan tempat pelaksanaanya. Sungguh aku ingin acara itu cepat di selenggarakan.

Sebisa mungkin aku mengerjakan tugas-tugas yang ada sehingga tak ada satu pun halangan ketika aku berada di sana. Tidak ada yang boleh membuatku tidak nyaman berada di sana. Harus bisa menikmati seluruh waktu yang sangat jarang aku dapat itu.

Waktu terasa begitu lama. Padahal sebenarnya dia terus bergerak dalam hitungan yang sama. Hanya saja aku merasa terlalu lama untuk menunggu. Aku sudah terlalu lama memendam rasa rindu akan masa sekolah di SMP. Canda, tawa, air mata yang berlinang di sana dan semua memori baik kelam maupun tidak masih tersusun rapi. Bahkan sangat rapi.

Tiga bulan lagi dan itu masih sangat lama. Bisakah aku mempercepat waktu? Tentu tidak. BAiklah, aku tidak ingin memikirkannya lagi. Saat itu akan segera tiba. Kuharap aku mampu, harus.

06 March, 2014

Roda

Roda itu selalu berputar. Tak pernah lelah layaknya jarum jam. Kadang diatas, kadang dibawah. Jangan takut, semua kebagian.

Ada saatnya aku di puji orang. Di kala aku berhasil menunjukkan sisi hebat dari diriku yang tidak sempurna ini. Udara kebahagiaan bisa ku hirup dengan bangga di bawah langit yang cerah.




Di balik itu, ada juga saatnya aku di hina orang. Persis sama seperti dihujani kemalangan. Kesalahan yang aku perbuat dibesar-besarkan hingga aku jauh dari mereka yang di juluki berpangkat tinggi.


02 March, 2014

Belum Saatnya

Terkadang aku ragu untuk melangkah. Banyak rintangan yang akan menghadang dan tidak ada yang memapahku untuk menghadapinya.

Dirinya sangatlah beruntung, bisa mendapatkanmu tanpa perjuangan. Bahkan kaulah yang berjasa. Seratus strategi sudah ku keluarkan juga tidak ada yang berhasil menyentuh perhatianmu. Aku tak bernilai bagi sepasang matamu.


Ini memang saatnya untuk bergerak. Membatu disini hanya akan menyayat hati. Sekali lagi, aku belum siap.

Mengangumimu tidak akan pernah berhenti ku lakukan. Meski secercah keburukanmu sudah ada di benak, aku tetap menyimpan rasa istimewa itu. Hanya dengki dalam waktu singkat lalu kembali di hujani cinta.

Pemandangan kemesraan kalian beruda sudah menjadi lauk untukku. Sepahit apapun itu harus dan wajib bisa di nikmati. Butuh tangisan yang amat sangat besar untuk bisa menyaksikan itu.


Mereka bercanda tawa bersama dan aku kembali di serang oleh kesepian. Aku akan melangkah, mengusir jauh kesunyian, dan memperoleh pujaan hati yang baru.

Kedua kaki, bawa aku kepada kehidupan baru. Jangan biarkan aku terus merusak hidupku sendiri. Belum saatnya aku untuk berbahagia dengannya.

01 March, 2014

Waktu

Kau berdetak perlahan, kurasa terlalu cepat. Memakan orang yang aku sayang ke dalam kenangan. Jangan berdetak terus. Berapa lama lagi aku akan menjadi sendiri? Di tinggal oleh dia yang sudah berbeda alam.


Bisakah kau kembali ke waktu yang dulu? Aku masih ingin menjumpai raut bahagianya itu. Masa terindah yang sudah lenyap di telan olehmu, waktu.

Dirinya disana dan aku disini. Tidak akan pernah bisa lagi menjadi satu. Duniamu dan aku pun sudah berbeda. Mungkin kau bisa melihatku dan aku tak mungkin. Hanya selembar foto usang yang bisa ku tatap.

Bisakah kau berhenti berdetak? Aku takut terus terpuruk oleh kepergiannya yang mengenaskan itu. Seandainya saja bencana itu tak pernah terjadi.

Rindu ini terus menyiksa diriku. Air mata terus berlinang. Kelamnya kenyataan memaksaku terdiam. Inikah bahagia itu?

Angan-angan ini tidak boleh bertambah tinggi. Sulit untuk bangkit bila aku terjatuh. Dan apa yang bisa aku perbuat? Aku sudah terpelosok ke dalam sudut bawah tanah. Kesedihan masih menggerogoti diriku.


Waktu, aku berubah pikiran. Berdetaklah dengan cepat. Hingga ajalku tiba dan aku bisa menemaninya dalam surga sana.