14 March, 2014

Kembali Bimbang


Aku sudah bersusah payah untuk meyakinkan hati, meneguhkan hati. Dan tetap saja sulit. Sebagian diriku berkata iya, dan sebagian lagi tidak. Lalu apa yang harus aku lakukan?

Kau tidak pernah akan tahu apa yang aku rasakan sekarang ini. Siapa pun itu tidak akan pernah bisa mengerti, ya termasuk diriku. Marah. Sungguh, aku marah kepada diriku sendiri karena bisa terjebak dalam rasa yang sangat tidak menyenangkan ini. Kasian. Aku turut mengasihani hidupku yang ku biarkan tersiksa dengan seluruh cobaan-cobaan ini yang kau beri.

Ada suatu kejadian yang membuatku bisa keluar dari lautan kesedihan ini. Tanpa ku cari, seluk beluk keburukan dirimu kian digosipkan oleh orang-orang sekitarku. Ini menambah kekuatanku untuk melupakan sosok dirimu. Namun, pernahkah kau berpikir itu akan berhasil?


Air mata sempat menetes dari kelenjar mataku saat mendengar berbagai kisah menyakitkan yang menimpaku. Sebenarnya tidak pantas untukku yang bukanlah siapa-siapa. Tetapi aku tidak bisa menahannya.

Orang yang aku sayangi adalah orang yang menyakitiku. Fakta ini selalu tergiang dalam gendang telingaku.



Lalu, datanglah dia. Aku masih ragu. Hanya saja, aku senang dengan kedatangan dirinya, yang mampu menaburkan benih-benih tawa. Tapi tetap saja belum berhasil menyayat pilu-pilu yang diciptakan masa laluku itu.

Anggap saja aku berada di dalam hutan. Tersesat. Bimbang. Butuh petunjuk. Tak tahu arah apa yang harus ku ambil. Begitulah aku sekarang. Aku ingin kembali ke jalan awal, titik pertamaku. Bagaimana carannya? Bahkan aku sudah tidak mengingat rute perjalanannya.

Setiap langkah ku beranikan, setiap langkah pula aku menyesal. Aku masih terlalu takut menerima resiko-resiko di akhir cerita nanti. Aku benar-benar tak ingin jatuh ke dalam lubang yang sama.

"Kau mencintai 'dia' bukan?" Kalimat itu di lontarkannya.
Kau bercanda! Aku bahkan tak sanggup menghapus bayangmu dalam pikiranku. Bagaimana bisa aku memulai sebuah kisah baru lagi? Aku hanya ingin mencoba lagi untuk melupakanmu.

Terkadang, secercah harapan kian mengisi benakku. Aku tak mau menghayal. Harapan itu terus menerus menhujamku. Seakan menunjukkan kepada diriku bahwa itu benar. 'Kau masih menyayangiku' Apa? Otakku belum mau percaya dan hatiku sudah mendukung penuh proposisi itu.

Maafkan aku bila aku sulit untuk melepaskanmu. Mungkin karena banyaknya kenangan dan rasa sayang yang aku persembahkan untukmu. Mungkin juga karena rindu. Tak tahu, bimbang.

Untuk sang kelinci abu-abu dengan teman dekatnya.


No comments:

Post a Comment