29 March, 2014

-empty-



Cinta. Sejuta rasa, sejuta harapan, sejuta perjuangan. Sulit didefinisikan maupun disinonimkan. Terlalu luas jangkauannya.

Aku tak pernah bermimpi untuk bisa merasakan ini. Dia menghampiriku lalu menetap seakan tak ingin pergi sejengkal pun. Dan akhirnya aku memilih untuk merawatnya.

Adakah rasa ini dihatimu? Aku harap begitu, namun aku tak pernah yakin. Kau seolah selalu menjauh disaat cinta ini semakin membuncah. Aku terus bersusah payah menarik perhatianmu dan aku menjadi lebih percaya. Kau tak pernah menyimpan rasa yang tak ingin dan sudah ku rasa ini.



Seiring waktu berubah menjadi sejarah, cinta ini tak kunjung reda. Selalu ingin menetap dan memberontak untuk tinggal. Kendati pun singgasana ini terlalu payah untuknya, mahkota berduri menghiasi kepalanya, dan sekalipun keris-keris mengepung, dia tetap ingin mendudukinya. Dia siap, sangat, untuk menghadapi terjangan yang akan datang.

Istanaku tidak lagi sekokoh yang seharusnya. Penjaga tidak lagi tangguh. Dan sedari dulu, aku tidak sekuat baja. Aku hanya berpura-pura kuat, ya aku kuat, kuat untuk meredam rasa sakit yang kau lemparkan untukku. Sehebat itukah aku?

Dirimu yang sudah lama pergi merenggut gelak tawa dari pita suaraku. Bahkan, merobek lukisan senyum yang selalu terpajang dibibirku. Menyisahkan tetesan air mata di kelopak mata, hanya itu. Kenapa tidak turut kau bawa rasa sakitku?

Sakit berpadu perih sekarang setia menemaniku. Perlahan rasa cinta itu masih tak menyurut. Dia berubah menjadi sebuah rasa yang lebih rumit. Hingga aku tak mampu menuliskannya. Istanaku sudah roboh dan berganti menjadi gubuk. Kosong, tak ada apapun didalamnya. Lantas, kemana rasa rumit itu?

No comments:

Post a Comment