08 January, 2014

Detik Terakhir


Lurus, naik, turun, naik, turun, naik, turun, lurus.

Belajar menanam itu menyenangkan ya, apalagi bersama dia. Kami belajar bercocok tanam bersama. Dia menumbuhkan sepasang sayap dipunggungku dan begitu juga denganku. Dia hebat. Dia bisa terbang dengan sempurna dalam waktu yang singkat. Aku payah. Aku belum bisa mengepakan sayapku dengan baik.
Aku mencoba dan mencoba terbang sekali lagi. Dia terus memegangiku. Aku bisa melihat kekhawatiran diwajahnya begitu melihat aku hampir terjatuh. Aku juga bisa melihat semangatnya yang berkobar-kobar saat mengajariku terbang. Berkat dia, akupun bisa terbang sendiri. Aku bisa menikmati keindahan sayap yang dia tumbuhkan ini.

Dia membawaku terbang kedalam dunia yang seindah surga. Burung-burung bernyanyi dengan merdunya dan sang raja siang memancarkan sinarnya dengan gembira. Aku melayang di angkasa dengan bebas. Kami dapat melewati setiap awan kabut dengan lincah. Aku ingin terus berada disini. Aku ingin terus bersama dirinya.
Aku merasakan ada yang menggenggam tanganku dengan lemas.  Ada seseorang di sampingku. Tapi siapa? Kekhawatiran menjalar ke tubuhku.


Aku terbang kesana-kemari dengan riang. Dari arah utara, muncul batang hidungnya. Dia membawa sebatang golok menakutkan yang sangat panjang. Dia mengarahkan golok itu kearahku. Aku hanya bisa terdiam melihat dia menepas sayapku.

Aku merasakan tetesan air di tanganku. Sebuah kecupan menempel. Siapa sebenarnya yang berada disini? Disini gelap, aku tidak bisa melihat apa-apa. Sayang! Jika itu kamu tolong keluarkan aku dari sini. Aku takut. 

Aku mencoba meraih tangannya namun gagal. Aku terjatuh kedalam lautan yang amat sangat dingin. Sekejap, aku tidak bisa menggerakan anggota tubuhku. Kaku. Tak bisa bernafas. Terlelap. Tak bisa merasakan apapun lagi. Matakupun perlahan-lahan tertutup rapat.

Dia menangis disampingku. Aku mendegar pernyesalan yang amat dalam dari ucapan bibirnya. Sayang! Sayang! Sayang! Apa itu kamu? Jangan menangis.

Seandainya aku boleh membuka mata ini, akan kuusap air mata itu. Akanku tenangkan hatinya. Aku tidak ingin dia menangisiku. Sayang, tolong jangan sedih. Meskipun aku tidak bisa kembali kedalam dunia ini aku akan terus mencintaimu. Carilah penggantiku. Yang lebih baik.

Garis lurus tertera dalam mesin itu.


No comments:

Post a Comment