18 January, 2014

Menengok Mimpi


Udara di pesisir pantai ini terus menerbangkan rambut ku. Matahari menyengat kulit yang sudah ku oles krim. Butiran pasir menemani setiap langkahku. Aku menancapkan payung di pasir. Tenanglah, aku tidak menancapkan benda tajam itu ke hatimu. Aku menggelar sebuah tikar dan berbaring diatasnya. Burung-burung berterbangan sambil bernyanyi ria di udara. Membuat aku terbenam dalam mimpi.

Sebuah mobil mewah datang menjemput ku. Mengantarkanku ke sebuah tempat. Ramai sekali. Inilah tempat perjumpaanku dengannya. Sebersit ingatanku mulai terbuka. Aku kembali di bawa ke sebuah monumen. Butuh waktu dan perjalanan yang tidak singkat untuk sampai disini. Monumen cinta yang kami bangun bersama. Hubungan yang penuh tikungan dan kubangan air mata. Segala cara aku lakukan agar monumen ini tetap berdiri kokoh. Namun, aku telah sampai pada penghujung tenaga.

Dia hanya duduk diam menikmati kesengsaraanku. Kunci yang membuka pintu itu aku keluarkan dan dia tidak mencegahku sama sekali. Beribu cara aku keluarkan dan tetap saja berujung pada gerbang ini. Meskipun aku yang mengeluarkan kami dalam hubungan ini, aku belum menemukan obat penawar rasa itu. Rasa itu terus tumbuh meski selalu ku pangkas. Aku belum mendapatkan kunci untuk membebaskan ku dari masa lalu ku.

Kendaraan ini membawa ku kepada masa sekarang. Waktu sudah berlalu begitu lama dan hati ku masih tertuju padanya. Mimpiku adalah bersamamu. Melupakan mu adalah kewajiban yang harus aku lakukan. Pekerjaan terberat yang harus ku lakukan. Malaikat pemilik hatimu? Sudah pasti bukan aku.

Mataku terbuka. Ketidaktentraman ini selalu saja bercampur dengan mimpiku. Paduan antara perasaan dan mimpi terus mengunci ku dalam ruangan masa lalu. Mimpi yang tidak henti-hentinya menjenguk ku setiap aku terlelap.

No comments:

Post a Comment