Seperti biasa, pukul empat pagi aku sudah
bangun untuk bersenam pagi bersama orang tuaku. Dari kecil orang tuaku selalu mengajariku untuk hidup
sehat. Aku langsung membereskan tempat tidurku dan bergegas mandi.
Ibuku
berteriak dari bawah, “Riana, cepetan mandinya, ibu dan ayah sudah siap untuk
senam”.
Aku
segera mempercepat mandiku, memakai kaos, dan bergegas turun. Kami segera
memulai senam pagi. Senam dapat membuat
kami selalu sehat.
Serelah
sarapan pagi, aku berpamitan kepada orang tuaku untuk berangkat ke sekolah. Aku
bersepeda kesana.
“Selamat
pagi, Riana,” kata Santi sahabat karibku.
“Selamat
pagi juga,” kataku.
Kami
berdua segera masuk ke dalam kelas. Di sana ternyata beberapa orang temanku
sudah datang.
Bel
tanda masuk sekolah berbunyi. Aku segera masuk dan bersiap untuk mendengarkan
penjelasan dari guru. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Bel
tanda pulang sudah berbunyi. Aku pulang bersama teman-temanku.
Sampai
di rumah, aku menaruh sepedaku. Aku berteriak,”Ibu, ayah, aku pulang”.
“Iya, iya”
jawab ayah dan ibu.
“Ibu, ayah,kenapa
banyak koper di sini?” tanyaku.
Dengan
wajah sedih sambil mengelus kepalaku ibu menjawab, “Na, maafkan kami. Ibu dan
ayah dipindahkan kerja di Singapura. Kami akan kembali setahun lagi.”
“Ha…?
Lama sekali, jadi aku di tinggal sendirian di sini? Aku tidak mau,” kataku.
Ayahku
menjawab dengan tenang, “Na, kamu akan di asuh oleh teman ayah, Tante Flora.
Dia baik kok. Segera bereskan barang-barangmu ya. Ayah akan mengantarmu kerumah
Tante Flora. Selama Ibu dan Ayah pergi kamu akan di antar Tante Flora ke
sekolah.”
“Tidak mau!” Aku berteriak meluapkan kekesalanku. Aku segera berlari menuju kamarku
dan terpaksa membereskan baju-baju dan barangku lainnya. Setelah selesai aku
langsung di antar ayah ke rumah Tante Flora.
“Selama
ini aku belum pernah bertemu Tante Flora. Semoga saja dia orangnya baik,”
kataku dalam hati.
Aku
melihat rumah Tante Flora sangat besar. Sepertinya dia orang kaya. Saat aku
masuk ke dalam, barang-barangku langsung di bawa masuk dan Tante Flora
memberikan aku dan ayahku segelas teh hangat.
“Silahkan
di minum, kalian pasti capek,” kata Tante Flora. Aku segera meminumnya. Setelah
ayahku pulang aku bertanya kepada Tante Flora.
“Tante
kamarku ada di mana?” tanyaku.
“Ha,
kamar? Tuh tidur aja di gudang. Jangan harap kamu akan tidur di kamar yang
bagus,” jawab Tante Flora.
Aku
kaget dan Tante Flora menjewerku sambil berkata, “Cepat masuk ke gudang sana!”
kata Tante Flora. Aku langsung di dorong ke dalam gudang.
Keesokan
harinya aku tetap bangun jam empat dan ingin pergi bersenam pagi. Saat itu
Tante Flora bangun dan memarahiku.
“Untuk
apa kamu bersenam pagi? Tidak ada gunanya. Mendingan kamu segera sapu dan pel
seluruh rumah ini sampai bersih. Setelah itu segera masak makanan yang enak.
Kalau tidak, kamu tidak akan saya antar ke sekolah.”
Aku
kaget mendengar ucapan Tante Flora, “memangnya aku pembantu apa di suruh-suruh?
Lagian kan rumah Tante sangat besar. Akukan cuman mau bersenam pagi saja dan
pergi ke sekolah. Masa tidak boleh?”
Setiap hari aku hanya makan satu piring nasi dan bergadang tiap malam untuk menyelesaikan tugas-tugas yang di berikan Tante Flora. Setiap hati Tante Flora selalu berkata, “ kamu itu enak ya, makan dan tidur gratis di sini, jadi kamu harus menjadi pembantu di sini. Mengerti?”
Setiap hari aku hanya makan satu piring nasi dan bergadang tiap malam untuk menyelesaikan tugas-tugas yang di berikan Tante Flora. Setiap hati Tante Flora selalu berkata, “ kamu itu enak ya, makan dan tidur gratis di sini, jadi kamu harus menjadi pembantu di sini. Mengerti?”
Aku
bingung, padahal tiap bulan ayahku selalu mengirimkan uang untuk Tante Flora
dan bahkan uang jajanku pun di ambil. “Mau menelepon orang tua tidak boleh, mau
ke sekolah tidak boleh, mau istirahat tidak boleh, mau minta uang jajan tidak
boleh, semua tidak boleh, harus kerja, kerja, dan kerja,” keluhku.
Selama
setahun lebih, aku di siksa dan di suruh-suruh layaknya pembantu. Padahal,
menurutku pembantu beneran tidak akan di siksa seperi ini. Karena di siksa
terus, sekujur tubuhku penuh dengan luka.
Akhirnya,
setahun berlalu. Orang tuaku kembali ke Indonesia. Aku marah dan benci kepada
orang tuaku. Saat mereka menjemputku pulang, aku tidak ingin pulang.
“Ayolah
nak, kita pulang! Maafkan kami, karena meninggalkanmu di sini, “ kata ibuku
menangis dan memelukku.
Ibuku
melihat sekujur tubuhku penuh dengan luka. Ibuku kaget dan memarahi Tante
Flora, ” Kamu ya, bukannya menjaga anakku, malah menyiksanya. Akan aku laporkan
ke polisi.”
Ayahku
langsung menelepon polisi. Begitu melihat polisi, Tante Flora langsung kabur.
Tetapi akhirnya Tante Flora berhasil di tangkap dan di penjara selama tiga
tahun. Aku di paksa pulang oleh ayahku. Aku marah kepada kedua orang tuaku,
sehingga aku tidak mau menatap mata kedua orang tuaku.
Malam
hatinya, aku bermimpi, orang tuaku meninggal karena kecelakaan saat mereka
pergi ke kantor. Aku menangis sejadi-jadinya. Karena kedua orang tuaku telah
tiada dan Tante Flora di penjara, sedangkan paman dan bibiku di luar kota. Aku
menjadi anak jalanan. Aku langsung terbangun dan menangis tersedu-sedu. Aku
baru menyadari, kalau orang tuaku sangat berharga.
Pagi
harinya, pukul empat aku bangun, membereskan tempat tidurku, dan langsung
mandi. Setelah selesai, aku berteriak, “Ibu, Ayah!”
Aku
langsung memeluk mereka. Ayahku bertanya, “Ada apa? Kamu sudah tidak marah lagi
kan? Maafkan...,” aku langsung memotong pembicaraan ayahku dan berkata, “bukan
kalian yang harus minta maaf, tapi aku. Maafkan aku, Ibu, ayah!” Ayah dan Ibu
menganggukkan kepala. Aku langsung berteriak, “Aku selalu sayang Ibu dan Ayah!
Selamanya!”
No comments:
Post a Comment