09 February, 2014

5 Wejangan dan 1 Harapan


Apakah aku bisa melepas jeratan ini? Sakit sekali. Kelam selalu tertuang penuh untukku. Membasahi diriku tanpa dosa. Kau juga menyiksaku tanpa perasaan. Menarik seseorang kedalam dekapanmu saat kau sedang menggenggam tanganku. Tersiksa. Hanya butiran kristal yang menemani.

Kapankah kamu sudah merencanakan semua ini? Aku sudah menyerahkan seluh kepercayaan untuk kau simpan. Dan kau mencemarinya, mengubahnya menjadi pecahan harapan kosong. Mencabangkan jalur yang akan di leeati partikel-partikel cintamu.

Dimanakah hati nuranimu? Kamu tega mengoreskan retakan dalam perjalanan kita. Membuat karat pada mesin yang memproduksi cinta. Menuliskan sejarah dalam kisahku. Memori kelam yang tak ingin tercatat, terasa, ataupun terlalui. Menumbuhkan rasa pedih namun tidak membunuh cinta yang ada.



Kenapa prosisi itu harus termuntahkan? Sukses menyusupkan sebuah argumen yang yakin bila kau berniat baik. Ternyata, selama ini aku hanya menyaksikan sebuah panggung boneka. Kau bebas membuat skenario. Berhak melakukan dan menghalalkan segala macam cara. Demi kesuksesan acara itu.

Bagaimana caranya aku menculik semua rasa yang kau tular? Mereka harus pergi jauh dan tidak boleh kembali ke tangan pemiliknya. Meski dengan tembusan yang tak terhitung harganya. Gunjingan demi gunjingan bergulir dari satu mukut ke yang lain. Menyebarkan berbagai kabar berita tentang kita. Menyemburkan topik hangat dan membekukan semua atom cinta yang tertinggal di hati.

Tidak masalah bukan bila atom ini belum aku lepaskan? Sulit untuk merelakan sebuah rasa yang unik ini. Langka, sungkar untuk di cari. Dia datang sendiri, juga meminta pergi. Perjuangan yang berakhir sia-sia. Hanya menghabiskan waktu dan tenaga. Tapi, hatiku mengurung rasa itu dan belum melepaskan jeratan hukuman yang di jatuhi untuknya.

Seandainya saja aku tidak terbawa suasana saat kau mendongeng, dulu. Mungkin, tidak akan berujung pada akhir ini. Seandainya saja wanita itu tidak pernah bertemu. Mungkin, kita masih bergandengan membicarajan masa depan kita nantinya.

Lalu, siapa yang salah? Aku, kamu, atau dia?

No comments:

Post a Comment