09 February, 2014

Bukan Aku



Pemenang itu bukan aku, tapi dia. Jangan berharap gelar itu di pindahtangankan untukku.
Penarik tatapan semua orang itu bukan aku, tapi dia. Aroma tubuhnya menyengat mata.
Penyubur keceriaan itu bukan aku, tapi dia. Gelaj tawa akan meledak saat suaranya memantul.
Dan, aku? Hanyalah gagal.

Selalu saja selangkah di depanku, mungkin lebih. Aku melompat maju lalu kau terbang jauh ke depan. Menyelimuri diriku dengan asap kekalahan. Belum berhenti, belum menyerah. Tapi, apa daya? Masih saja di baliknya. Bosan menatap punggungmu.

Jalan? Tidak akan terkejar. Sudah terlalu jauh dariku. Maaf, tak ingin tertinggal lebih jauh lagi.
Lari? Jangan harap bisa melampauinya. Kecepatannya di ambang rata-rata. Yakinlah, sulit.
Terbang? Sudah terlambat. Tidak baik meniru. Cari jalan lain.

Kesal pasti. Geram, tentunya. Benci, belum bisa di juluki seperti itu. Satu niat menyelusup dan seribu cara sudah aku kemas. Tapi, berbagai tak-tik yang kau perkenalkan lebih mujarab. Bimbang apa yang harus ku perbuat.

Cita-cita belum bisa ku raih. Kau menghalangiku untuk menggapainya. Ion-ion semangat sudah bertebaran saat aku melaksanakan strategi. Partikel peruntuh keberhasilan datang bertamu. Mengusij setiap waktu yang berlalu. Memanasjan teliga yang menangkap sorakan.  Menancapkan kata busuk kepada hati yang sudah mulai retak.

Sebaliknya, tak terlihat perjuangan yang kau keluarkan. Kau bekerja, namun pasti kegagalab beranjak jauh. Pujian berterbangan mengisi pendengaran. Bangga merasuki hati sang sanak saudara. Kelam menghantuiku.
Namun, tunggu. Usaha ini belum berakhir. Semoga saja, aju bisa menyentuhnya. Setidaknya, tempat itu.

No comments:

Post a Comment