13 February, 2014

Hadiah Terindah

Satu, dua, tiga, empat. Empat hari lagi. Telunjukku mengarah pada angka empat belas yang tertera di kalender.  Sebuah hati merah yang ku lekatkan di samping angka itu mampu mengingatkanku akan hari kasih sayang. Seketika,  sosok wajahnya yang cantik jelita memenuhi ruang pikiranku. Suara merdunya yang memanggil-manggil namaku terasa. Senyuman terulas dari bibir dan langsung terenyahkan karena kejadian hari ini.

Aku gagal menjumpai dirinya. Dia tak bisa ditemukan dimana pun. Semoga saja rencana gilaku tidak akan berakhir seperti itu juga. Misi ini akan berjalan lancar. Aku memasukan pikiran positif ke dalam otakku. Sekarang  waktunya untuk bertemu dengannya di alam mimpi.

***

Dirinya sedang menyantap makan siang seorang diri. Inilah saatnya untuk memulai aksiku. Selangkah baru terlewat dan segerombolan lelaki sudah mengerumuninya. Gagal lagi. Aku mengurungkan niatku dan mencoba membuang jauh-jauh ide tadi.

Mendadak, dia bangkit dari kursinya. Mengeluarkan diri dari kurungan itu. Lalu melesat ke arah taman. Baiklah, ini waktu yang paling tepat. Niat itu kembali mendatangiku. Saatnya beraksi.

“Sendirian aja?” Tanyaku memulai pembicaraan. Dia berbalik ke belakang dan menyaksikan diriku yang sedang membawa sebuah gitar. “Iya.” Aku mengambil tempat duduk di sebelahnya. “Lagu ini aku persembahkan untuk seseorang yang berhasil merebut hatiku.” Sebuah lengkungan terpancar dari bibirnya saat dentingan lagu mengalir.


Aku bisa melihat kristal garam yang membasahi matanya. Belum mengalir. Sesedih itukah laguku hingga dia menangis?

Lagu berakhir, dia bertepuk tangan. “Indah,”  dia tersenyum lalu meletakkan kepala mungilnya di atas bahuku. Jantung berdebar begitu kencang. Ragu, namun akhirnya aku mengusap rambut halusnya. Selangkah lagi, aku akan berhasil. “Terima kasih.” Air matanya meluncur dengan deras. Kurasa ada beban yang sedang dia hadapi. “Kenapa?” Dia terdiam, masih membaringkan kepalanya. “Tidak apa-apa. Hanya lagumu sangat menyentuh. Tolong mainkan sekali lagi.”

Petikan lagu terdengar kembali. Mengisi taman luas dan kedua hati kecil kami. “Semua akan berakhir bahagia.” Aku meyakinkan diri.
***
Sebuah kaleng kecil yang berdiri tegak di atas meja belajarku sudah memakan banyak uang jajan. Aku mencoba meraih, mengeluarkannya, dan menghitungnya. Rp 263.700,00,- Lebih dari cukup untuk membeli semua perlengkapan. Aku menengok kearah jendela. Matahari sudah mulai pergi ke peraduannya. Aku segera mengambil kunci dan berangkat ke pusat perbelanjaan.

Barang-barang yang ada disini sangat menggodaku. Namun aku terus mencoba membuang jauh-jauh keiinginanku itu. Aku mencoba berkeliling dan aku berhasil menemukan sebuah benda berkilau panjang yang sangat indah. "Ini cocok sekali untuk dipakainya. Apa? Harganya cukup mahal. Apa uangku cukup?" Aku mencoba menghitung uangku lagi dan beruntung uangku cukup. Aku segera membayar semua barang dalam keranjang ini dan hanya tersisa uang yang sedikit. "Tak apa. Pasti ini akan menyentuh hatinya. Harus, musti, kudu, dan wajib," pekikku dalam hati.


***
Taman ini kosong. Belum ada batang hidungnya. Aku menyanyikan sebuah lagu, sambil mencari inspirasi. Betapa terkejutnya diriku saat mendapati sebuah pelukan yang ternyata berasal dari dia. “Lagunya bagus, suaranya bagus, semuanya bagus.” Bunga-bunga mulai bermekaran dalam hati dan bertebaran di mana-mana. Awal yang baik. Dia melepaskan pelukan dan duduk di sebelahku. “Aku ingin kau terus bernyanyi untukku.” “Tidak masalah, aku akan melakukannya. Asalkan besok lusa kita bertemu lagi di sini ya.” “Baiklah.”

Tak ada air mata yang mengalir.  Baguslah aku tak ingin membuatnya bersedih lagi. Aku ingin menjadi pensil senyumannya dan penghapus kesedihannya. “Aku cinta kamu.” Dia terdiam.

***
Aku tidak berani berjumpa dengannya hari ini. Aku takut seluruh perjuanganku berakhir sia-sia. Namun, ini adalah misi. Tetap harus aku laksanakan besok.

Coklat-coklat ini mulai ku cairkan dan membekukannya menjadi lima hati. Aku mulai berkarya, mengalirkan seluruh partikel cinta yang ada. Tak lupa, aku menggoreskan kata diatasnya. Would di coklat pertama, you kedua, be ketiga, my  keempat, girlfriend terakhir. Cukup romantis, bukan? Aku bisa melihat cinta sedang berterbangan dalam kelima coklat itu.

Tirai hitam dengan paduan bintang tergelar di langit. Aku mulai menuang seluruh perasaanku yang terpendam ke dalam secarik kertas. Ku gunakan semua kata-kata terbaik yang ku miliki. Merangkai dan menyusunnya menjadi sebuah surat. Surat cinta pertamaku. Hiasan bertempel di sana-sini, Berharap, aku bisa menghias kehidupannya.

***
Akhirnya tibalah hari yang sudah ku tunggu sejak lama ini. 14 Februari 2014. Aku tidak berani bertemu dengannya kemarin dan awal hari ini aku mendapatkan kejutan luar biasa. Sebatang coklat terpajang di atas mejaku dengan nama pengirim seperti yang ku harap. Dia.

Keraguan yang menyelinap dalam diriku berubah mejadi sebuah keyakinan. Secarik surat, sekotak coklat, dan setangkai mawar merah, juga kalung siap diserahkan. Cukup menyerahkannya lalu menerima jawabannya, selesai.

Aku menapakkan kakiku perlahan kearah taman. Jantung sudah berdebar begitu kencang, namun harapan di hatiku sudah matang.

Mataku menangkap sebuah pemandangan yang tidak elok di pandang mata. Dia dan saudaraku berpelukan. Seketika, serbuan belati menyerang. Tenagaku melayang entah kemana. Benda yang ingin ku serahkan ini terhempas ke tanah. Menimbulkan sebuah suara dan mata mereka tertuju padaku.

Aku menghilangkan status ku sebagai pria. Setetes cairan bening mulai membasahi pipi. Ku bedaki wajahku dengan sebuah senyum. Aku berjalan perlahan kearah mereka dan membisikkan sebuah kata “selamat,” kedalam daun telinga saudaraku. “terima kasih, ini hadiah terindahku,” aku bisa melihat air mata berlinang saat dia melihat benda yang sedang ku genggam ini. Namun semua sudah terlambat. Dia mendekap mulutnya mencoba tidak meneriakkan namaku.

Aku memang penghapus kesedihannya. Namun, dia adalah spidol permanent yang menggambakan pilu dalam kehidupanku. Aku tidak bisa menghiburnya.

Cinta tak seindah yang di bayangkan. Perjuangan tak seimbang dengan apa yang ku dapatkan. Kado terindah harus aku terima. Pelajaran.

Terima kasih atas segalanya.

No comments:

Post a Comment