Lampu remang-remang menyinari secarik kertas usang yang terbaring lemas di atas meja. Godaan berbondong-bondong merasuki otakku. Dan akhirnya, aku membaca seluruh kata yang melekat di sana.
Itu cerita indah yang sudah terasingkan. Benarkah? Aku bahkan lupa seluruh keceriaan yang pernah menghiasi hidupku. Aku juga lupa kapan aku pernah menulis itu semua. Tak berharga sedikit pun. Satu kepedihan meracuni seluruh senyuman yang ada. Hampa tanpa tawa.
Aku kembali di kerumuni akan sayup-sayup wajahnya. Hanya ini yang tidak bisa di hilangkan. Kurasa waktu untuk berpindah singgasana cinta berjalan laksana siput. Perlahan tapi pasti. Bukan sekarang, hari ini, atau besok, tapi suatu saat nanti. Siput masih berusaha berlari dari kejaran bayangmu. Dan, masih saja tertangkap. Sungguh sangat kelam.
Air mata sudah lelah untuk menetes. Tawa sudah lama lenyap. Lalu, tak ada rasa apapun yang bertahan. Hanya rindu. Rindu yang terus mencurah.
Untuk hidupku yang kosong tanpa cinta darimu. Bertahanlah.
No comments:
Post a Comment