05 April, 2014

Kembali Untuk Pergi

Disaat aku mulai melupa, selangkah demi selangkah kau menghampiriku.
Sewaktu rasa itu kembali, seonggok harapan terbenam bersama matahari.
Dan ketika matahari itu hendak terbit, semua angan telarut dalam indahnya malam.



Bila saja gendang telingamu mampu menangkap setiap kata yang terucap dari hati, maka tiada sakit hati. Setiap kondisi kian mendorongku untuk berucap dusta. Aku tak ingin menerima kenyataan yang telah tertuju padaku, hanya ini yang menolongku untuk menghindar.



Aku kerap tersenyum pada selembar foto usang digenggamanku. Senyum kecil tersimpul diantara dua pasang kekasih itu, kau dan aku. Kenangan kembali merambat dari sana. Ketenangan perlahan meretakkan seisi hatiku. Lekatan ini terlalu merekah kuat.

Pada akhirnya, penantianku telah mencapai batas akhir dan waktu berhenti tiba. Sepanjang jalan, mataku masih berusaha menengok ke belakang. Terus menaruh harap dan berandai setinggi awan. Nihil, tiada yang akan mengejar.

Jalan ke depan, terus melangkah tanpa arah, menangis tak henti, inilah tugas tak wajib yang ku pikul. Aku mencoba menggenggam angin, berkhayal ini sang pangeran.

"Cinta!"

Aku tersontak. Disaat rupa wajahnya hampir terkelupas dari ingatan, dia kembali mengunjungiku dan melekatkannya kembali. Apa? Ini tidak adil.

Lambaian tangan dan seulas senyum dipersembahkannya diawal pertemuan baru. Aku berusaha tenang dan tetap dalam kondisi stabil. Langkah masih belum aku hentikan dan energi cinta terisi kembali. Hingga aku hampir meraihnya, sosok itu beruah menjadi keping debu dan terbang bersama angin.

No comments:

Post a Comment