20 June, 2014

Seorang Gadis


Disebuah laut yang kehilangan birunya, ombak dan arus saling berkombinasi memecah karang. Angin laut mengacak rambut hitamku yang sudah ditata rapi. Aku seorang diri duduk di hadapan mentari yang mulai menampakkan wujudnya. Semburat cahaya jingga menyilaukan berhasil menarik perhatianku. Tak ada yang lebih menyenangkan selain menghibur diri, disini.

Aku seorang gadis yang senantiasa merindukan datangnya kebahagiaan. Bulatan sinar ini berhasil menyetorkan sedikit banyak ketenangan dalam batinku. Aku seorang gadis yang haus akan kehangatan cinta. Namun,belum terbersit sekalipun untuk kembali jatuh. Benar adanya bila aku belum merelakan. Terlampau takut untuk membebaskannya.


Pernah satu ketika aku hampir berhasil meloncati sebuah tahap untuk tak terus terlarut-larut dalam masa lampau. Lalu ketika masa itu akan belanjut, kau kembali mengantarkan harap kepadaku. Pendirianku runtuh dan sekejap usahaku menguap begitu saja.

Hari demi hari terlewat. Kata demi kata tertukar. Cinta demi cinta memekarkan tunasnya. Aku seorang gadis kecil yang kembali terhipnotis akan kasih sayang.

Dia kembali, aku begitu senang dibuatnya. Membuat lebih banyak lagi kebersamaan diantara kita.

Lalu siapa sangka dia meninggalkanku untuk kedua kalinya? Begitu licik. Melepas, merangkul, alhasil membuangku ke dalam ruangan sendu untuk mengenangnya.

Mentari mulai menyapa indahnya dunia. Kehangatan dari sang matahari menjalar di pori-poriku. Jejak pasir yang ku lewati sudah lenyap dibantu angin. Bisakah semudah itu aku meluapkan kenangan dengannya?

Tidak.

Kenangan itu seolah menghantui hari-hariku. Meski telah berlalu, keceriaan bersamanya tak kempis, tak lekang oleh waktu. Mungkin rasa itu belum lama mati hingga menodai lembar ceria yang semestinya memuncratkan kebahagiaan.

Aku seorang gadis yang begitu polos untuk memercayaimu. Menguras waktu untuk menyulam sejarah kusam lagi. Kedua kalinya disakiti, kedua kalinya aku paham. Waktu terlalu berharga untuk dihabiskan dengan bercinta dengannya.

Sebuah rencana indah, tak mampu lagi membiaskan keindahannya. Di hadapan mentari yang semakin meninggi, aku seorang gadis, menelan kapsul-kapsul pahit yang kau tumbuk, untukku.

No comments:

Post a Comment