13 May, 2014

Pergilah

Waktu telah berangsur-angsur terisi penuh dengan banyak cerita dan bodohnya aku kembali terjebak dalam sebuah permainan cinta yang kau rakit. Kau menyebutnya permainan unik yang mampu menyayat hati mungilku. Kau senang memainkannya? Aku tidak.


Sudah lama aku menanti kedatangan seorang pangeran yang akan mengandengku masuk ke dalam kereta kuda, menari bersama diiringi musik dansa, dan tinggal bersama dalam istana megah di tengah kota. Ketika ku melihatnya, pipiku merah merona, dan ketika aku mendapatkannya, mimpi itu seolah kabur. Pergi entah kemana, tak ingin beralih menjadi kenyataan.

Kau hanyalah seorang pangeran gadungan. Lalu aku dengan mudahnya memberikan seluruh hatiku kepadamu tanpa sedikit pun menyadari sebuah belati berkarat di samping sakumu. Apa gunanya itu? Mengoyak hatiku? Rencana payah.

Hatiku memang sudah terpecah belah dan hancur tak berbentuk karenamu, bahkan sebelum kau berhasil menghunus bilah pisau itu. Kau pergi, menjauh, dan meninggalkanku sendiri dalam tempat senyumanmu.


Aku menunggu, terus hingga tak ada lagi secuil pun kepercayaan yang tersisa untukmu. Dan perlahan aku bangkit, membangun sebuah istana dan hidup bahagia, sendirian.

Lihat saja, kau terlalu murahan. Kau mengais sisa-sisa kepingan hatiku yang terjatuh. Kau memohon cintaku lagi dengan sekantong hati yang kau pungut. Tiada berguna. Apa kau bisa memperbaiki masa lalu? Jika iya aku akan menerimamu kembali.

Sekarang, aku sudah berada dalam istanaku sendiri. Megah dan indah. Kau tak perlu lagi datang mengetuk atau berusaha mendatangiku. Tidak akan ada gerbang terbuka yang akan ku tunjukkan untukmu.

Aku tidak ingin melihat ataupun mengingatmu lagi, kau bisa bantu aku bukan?

Jangan banyak bertanya. Sudah sepantasnya aku berbuat demikian. Terutama untukkmu, pangeran palsu, pergilah menjauh dari kehidupanku.

Untuk seorang yang senantiasa kembali dan pergi dengan seenaknya.

No comments:

Post a Comment