24 December, 2013

Aku, Kamu, dan Hujan

-Sejarah memang tidak bisa ku ubah. Namun aku sepenuhnya percaya, kaulah yang akan membantuku melenyapkannya. Aku dan kamu akan mengisi setiap lembar masa depan dengan penuh suka cita, bukan dengan kepedihan di masa lalu itu. Kita akan memperbaikinya perlahan dengan tetesan rintik hujan yang mempersatukan kita kembali.-


Pandanganku tidak lepas dari air yang menetes ini. Satu jam sudah berlalu dan aku masih memandanginya. Aku tak pernah bosan sedikit pun. Tentu saja, hujan adalah hal yang paling ku suka dari semua keajaiban dunia. Kurasa, Tuhan memang baik. Dia memberikanku seorang teman yang sangat mengerti diriku disaat tak ada yang bisa. Tenanglah, aku tidak sepenuhnya gila. Aku paham, hujan bukanlah seorang manusia yang bisa membantu menyelesaikan semua masalahku. Hanya saja, aku merasa gila karena wajah itu tidak mau  hilang dari pikiranku.

Hujan ini tidak mau berhenti mengguyur kotaku. Dia terus membasahi seluruh kota ini. Membasahi pohon, rumah, jalan, segalanya. Dan kurasa dia juga ingin membasahiku dengan kenangan-kenangan manis itu. Memang hujan yang membuatku mengingatnya tapi dia bisa membuat hatiku tenang. Tidak seperti pria itu yang kerap menyakitiku.


Kristal bening dari mataku mengalir sejalan dengan air hujan yang turun di luar. Mereka tak ingin berhenti satu detik pun. Air itu hanya ingin terus jatuh, jatuh, dan jatuh sedalam-dalamnya. Hingga mampu membersihkan seluruh ingatanku secara total akan kenangan-kenangan bersamanya.

Seketika, petir menyambar dengan kencang  dan aku juga berteriak sekencang-kencangnya. Bukan, aku tidak berteriak ketakutan tapi aku meneriakkan namanya. Tidak akan ada orang yang akan mendengarkanku disaat ini. Namun, aku ingin hati kecilnya bisa mendengar rintihan suara ini. Air mataku kembali mengalir dengan deras. Memori itu berputar sekali lagi.

Aku kembali duduk di ruangan yang redup ini, yang hanya bercahayakan lilin. Menutup mataku. Mendengarkan alunan rintik-rintik hujan. Membuat diriku sesaat melupakan segalanya. Sesaat, aku ingin kembali menjadi seorang anak kecil yang tak memiliki beban hidup, yang setiap hari selalu tertawa, selalu bahagia, bermain dengan bebas, juga bisa melupakan segala hal yang menyakitkan dengan cepat.


Aku membuka mata dan melihat hujan lagi di balik jendela. Dengan menggunakan jariku, aku menggambar sebuah hati. Hati yang berartikan cinta. Cinta yang membuat orang yang merasakannya berbahagia. Akhir bahagia yang tidak kudapatkan. Hati ini seharusnya tidak aku berikan kepadanya. Tapi, dulu, aku sangat mencintainya. Aku tidak punya alasan untuk menolaknya. Cinta itu terus saja tumbuh bahkan sampai sekarang. Aku telah berusaha sebisa mungkin untuk membohongi perasaanku. Tapi aku tidak mampu, aku masih sangat mencintainya.

Aku pun mengambil payung dan keluar untuk bermain di bawah derasnya hujan. Apa gunanya payung ini? Aku meletakkan payung itu di tanah, menganggurkannya. Kristal bening itu terjatuh lagi. Tapi tak apa, tidak akan ada yang akan melihatku disini. Aku terus menangis. Terus sampai tak ada tenaga yang tersisa. Aku terus bermain hujan. Bermain hingga tubuhku benar-benar kedinginan dan basah kuyup.

Dan, aku melihat ke belakang, pria berjaket abu-abu itu datang dengan berteduhkan payung. Sempat aku mengira bila aku sudah gila karena melihat dia datang. Tapi dia memanggil namaku. Aku tersentak dan terkejut. Jantungku berdegup kencang sekali. Bahkan aku kira jantungku ini sudah tidak normal. Aku tersenyum senang.Tapi aku terlalu kedinginan. Seketika semuanya gelap. Aku tak bisa mendengarkan suara apapun. Dan disaat itulah dia segera berlari menghampiriku.

Aku tidak ingat apa-apa. Aku hanya ingat ada seseorang yang terus menyebut namaku. Mataku perlahan-lahan berhasil terbuka. Ternyata, aku sudah berada didalam rumahku. Dia tersenyum kepadaku dan menyondorkan segelas coklat panas. Bodohnya, setetes air mataku terjatuh. Aku terlalu senang bisa melihat wajahnya. Aku ingin segera memeluk dia, tapi tidak boleh. Dia bukan siapa-siapaku lagi. Sudah lama aku tak melihat wajah dan senyuman itu. Dia menghapus air mataku dengan tangannya. Apakah ini mimpi? Sungguh aku tidak percaya semua ini.


Dia memelukku. Aku tak menolak, tentu saja itu keinginanku tadi. Pelukan ini memberikan kehangatan. Aku rindu semua ini. Aku terlalu rindu dan mencintainya. Aku tak bisa melepaskan pelukan ini. Ini sangat membuatku nyaman. Air mataku menetes sekali lagi. Kenapa air mataku tidak pernah habis? Aku lelah menangis seharian ini. Aku tidak ingin menangis didepannya.

Petir menyambar sekali lagi. Dan anehnya, aku takut. Aku memperkuat pelukannya dan dia mengusap kepalaku.

"Jangan takut, aku ada disini."

Aku mematung. Bergitu pun dia. Hanya isak tangis dan gemuruh hujan yang terdengar.

"Aku mencintaimu."

Apakah aku tidak salah dengar? Apakah dia kembali? Apakah ini mimpi? Kau tidak salah bicara kan?

"Aku mencintaimu."

Dia mempertegas katanya. Ini bukan mimpi. Sungguh, ini bukan mimpi! Dia kembali! Permata hatiku telah kembali! Kebahagiaanku kembali!

Aku juga mencintaimu.

"Maafkan aku atas segalanya. Aku akan mencoba menumbuhkan kembali benih-benih cinta diantara kita. Aku menyesal, sangat. Jika kau tidak ingin menerimaku lagi tidak apa-apa. Aku tahu kesalahanku fatal. Tapi, aku akan terus mencoba agar kau mau memaafkanku. Aku ingin kita memulai lagi dari awal."

Kau selalu hadir dalam mimpiku. Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Tidak mungkin aku tidak memberikan kesempatan kedua untukmu, meski itu semua sangat menyakitkan. Tapi jujur aku juga sangat menyesal atas segalanya. Aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku rindu kita, yang dulu.



 "Tidak apa-apa. Aku telah memaafkanmu. Kita akan ulang semuanya dari awal." Tapi jangan mengecewakanku. Aku sama sekali tak bisa menolak permintaanmu.

"Terima kasih. Aku tidak akan mengecewakanmu untuk yang kedua kalinya."

Kuharap tidak. Aku percaya padamu "Iya. Sama-sama." Dia kembali memelukku. Ya, aku tidak akan pernah melepaskan dirimu lagi. Mari kita susun rencana untuk kita di masa depan nanti. 

Hujanpun berhenti dan matahari muncul dari balik awan. Inilah akhir bahagia yang sudah lama kunantikan.

5 comments: