20 September, 2014

Sepucuk Surat Untukmu


Hai, apa kabar? Lama tak jumpa atau bertegur sapa mungkin? Masih bersarangkah namaku disana? Aku sudah menyudutkan semua pertanyaan yang datang tanpa izin.

Surat ini dituliskan khusus demi menyampaikan sebuah cerita. Kusut memang, namun biar kuluruskan untuk kau pahami. Jangan menyela, kisah ini tak seberapa panjang.

Sederhana saja. Ini mengenai perasaan. Sebuah keadaan dimana jantungmu bertingkah tak karuan dan paru-parumu lupa bagaimana cara mengambil oksigen. Anehnya, tak ada rasa tersiksa di balik gejala itu. Melainkan tersusun berbagai rangkaian peristiwa dengan rapi dalam ingatanku. Indah.

Mungkin kamu akan bertanya-tanya mengapa gejala itu datang. Tapi percayalah, aku juga melakukan hal yang sama.

Setiap kali aku mencoba mencari jawabannya, aku semakin mengerti tak akan ada lagi kita yang dulu. Kita yang sempat bergandeng tangan bersama menyusuri indahnya malam. Kita yang pernah saling bertukar warna menghias hari-hari.

Sekarang, hanya tinggal aku dan kamu yang kembali seperti sediakala. Dua insan yang berpura-pura tak mengenal. Dengan kenangan yang terselubung diantaranya. Dengan janji yang akhirnya terabaikan.

Pertanyaanku pun semakin lenyap dari pikiran. Cinta itu bukannya hilang. Mereka memutuskan untuk bersembunyi. Menghindar dari setiap mulut yang kerap menanyakan kemana perginya dirimu.

Lalu, bagaimana dengan cinta yang pernah kau berikan untukku? Sudahkan dia melakukan hal yang sama?

-Rasa itu telah lama sekali tak menyebutkan namamu. Hingga pada akhirnya, mengintip keluar mencoba mengembangkan rasa yang sama. Meneriakkan nama lain yang baru saja melukiskan sebuah senyum dibibirku.-


Untuk dirimu, yang pernah ku sayangi sepenuh hatiku.

1 comment: