02 July, 2014

Sebutir Air Mata di Malam Lain

Ini bukan mengenai siapa-siapa. Hanya kau dan aku yang mulai menempuh kisahnya sendiri. Ini tak seberapa penting. Tapi sebuah kisah di kala dulu terus membeku pada ingatan. Meninggalkan sejumput perasaan dengan kebahagiaan yang sudah kehilangan daya.

Sudah bermusim-musim rindu memutuskan untuk menetap. Mengaduk segala rasa hingga berkecamuk dan terus-menerus membuncah. Rindu tak akan pernah lenyap bahkan saat pertemuan itu hadir. Hingga sekarnag mendambakan ribuan skenario yang tentu saja tak akan pernah terwujud.


Rindu begitu meyiksa. Terlalu egois, ketika kudapati rasa ini hanya sia-sia. Dia menganas, semakin liar, dan mendorong butiran bening dari mata. Menetes, lalu mengalir, melegakan sebuah hati yang dilanda kerisauan.


Langit begitu muram. Hitam pekat tanpa sebuah pun bintang menghiasinya. Tak lagi indah. Tak lagi mendebarkan hati sewaktu keserasian mereka membinarkan mata. Angin malam mulai menggigilkan tubuh. Mengetuk hati rapuh yang sesaat lagi akan melemah.

Hidupku juga mulai mengabu. Pecahan-pecahan hatiku sudah menjelma menjadi sebuah rongsokan. Aku melupakan cara membiaskan cinta. Membiarkan rindu perlahan meresap.

Sedari awal, aku duduk termenung menyaksikan langit yang semendung dengan suasanaku saat ini. Awan hanya bergerak lamban layaknya siput. Bebannya terus bertambah hingga terlampau lelah untuk menampung air. Sedang aku terlalu lemah untuk memikul tantangan ini. Langit menangis, begitu pun aku. Untuk yang kesekian kalinya sampai daerah dekat kedua bola mataku menunjukkan kerutan.

Tiadakah metode untuk memusnahkan rindu? Mensterilkan pikiranku dari kenangan akan dia? Menghabiskan cinta yang sempat terisi penuh?

Aku tak cukup bertenaga untuk menghadapi hidupku yang tersihir oleh lelaki itu. Melewati malam-malam dengan belaian air mata. Juga bayang kebersamaan kita yang melintas dan menari dalam otakku.

Mungkin rindu memang senang menjamah diriku. Menikmati setiap detik kesengsaraanku saat terjerat oleh dirinya. Pada akhirnya enggan pergi dan menggerogotiku.

Langit malam tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera menyerah. Menemaniku melesatkan sebutir lagi air mata di malam yang lain.

No comments:

Post a Comment