20 November, 2017

Suara Hati dari Kami yang Ditinggalkan

Gambar terkait

Sekian lama, pergi menjauh tanpa kabar.
Tanpa lambaian tangan, tanpa ucapan selamat tinggal.
Terkadang, orang yang paling kita sayangi, justru membawa kekecewaan terbesar didalam hidup kita.


Ibarat lidah dan gigi.
Sedekat apapun mereka, pasti pernah suatu kali, gigi tak berhati-hati menggigit lidah.

Satu per satu gigi akan menjadi rusak.
Terluka.
Lalu beranjak pergi meninggalkan lidah.
Siapa yang tersakiti?
Lidah bukan?

Bukan lidah yang menyebabkan gigi rusak.
Tapi unsur lain.
Asam.
Manis.
Asin.
Pahit.

Tapi kenapa kesetiaan tidak dapat membuat gigi cukup kuat dan yakin untuk bertahan?
Kenapa dia memilih untuk pergi?
Apakah "tinggal" menjadi sebuah pilihan yang sulit?

Karena gigi tidak sekuat itu dalam menghadapi unsur lain.
Ketika gigi bertahan, itu hanya akan menyakiti orang lain, termasuk lidah.
Apa kau pikir gigi ingin melihat lidah tersakiti?
TIDAK.
Tapi apa yang bisa gigi perbuat? 
Apa daya lidah ketika gigi perlahan dilepas?

Ya.
Hanya bisa menatapi kepergiannya.
Berusaha menjadi pribadi yang tegar.
Menunggu gigi lain yang mungkin bisa menemani.
Dan itu akan memakan waktu yang sangat lama.

Terutama ketika bukan gigi yang bisa tumbuh lagi setelah gigi susu. Yang sekali pergi, berarti selamanya.

Paling tidak, sebelum gigi benar-benar pergi, berikan penjelasan.
Jangan pergi tanpa pamit.
Itu jauh lebih menyakitkan.

Bagaimana ketika gigi ingin menjelaskan namun kondisi memaksa untuk pergi?

Saya rasa, memberi penjelasan tidak akan sesulit itu.
Meskipun memang kondisi menyebabkan dia pergi, tapi apakah dia tidak memikirkan hati lain?
Yang gundah, cemas, dan tak mengerti apa yang sedang terjadi.
Namun akhirnya ditinggal begitu saja?
Atau malah begitu egoisnya meluapkan dengan emosi?
Hah, mati saja kau!

Dia merasa bahwa penjelasan hanya akan membuat kondisi menjadi semakin runyam.

Pemikiran yang salah.

Tidak.
Karena tidak semua hal dapat dijelaskan.
Dan apa yang bisa dijelaskan belum tentu dapat dimengerti
Sehingga muncullah kami yang memilih untuk diam, menyimpan hal yang menyakitkan ini di dalam hati,
selamanya.

Dibanding kepergianmu, senja jauh lebih paham cara berpamitan.
-Wira Nagara

Ditulis disuatu malam, ketika bulan tidak purnama.
November 2017




SzWx

2 comments: