11 October, 2013

Resep Cinta

Hal yang sudah lama kami tunggu pun tiba. Bunyi bel istirahat. Seperti teman-teman yang lain aku sudah kenyang dengan 6 jam pelajaran fisika. Tanpa buang waktu, aku pun segera pergi ke kantin bersama sahabatku, Laura.

“Kamu mau beli apa, Jessica?” Tanya Laura. Aku menunjuk pada makanan kesukaanku. “Nasi tim lagi, nasi tim lagi. Kamu ngga bosen apa makan nasi tim terus?” Laura menggeleng-gelengkan kepalanya.

 Aku tersenyum lebar. “Kamu mau beli apa, Ra?” “Tadinya aku mau diet. Tapi aku mengurungkan niat ku deh. Aku mau makan nasi goreng hari ini.” “Dasar kamu nih. Demi nasi goreng aja diet jadi batal.”

“Bu, nasi tim satu ya!” “Nasi goreng satu!”

Kami menunggu beberapa saat dan akhirnya makanan yang kami pesan disajikan. Tercium aroma nasi tim dan nasi goreng yang membuat perut semakin lapar. “Ayo kita cari tempat duduk, Jess! Aku pengen cepet-cepet makan nih, lapar.”

Kamipun berkeliling mencari tempat duduk. Tetapi, kami tidak bisa menemukannya. “Kita makan dikelas aja yuk!” Bujukku. “Ayo!”  Kamipun masuk kekelas.

“Jess, liat deh. Meja mu penuh lagi tuh. Fans-fans mu ngga bosan ya kasih surat cinta terus?”
“Iya nih, Ra. Padahal kan ini bukan valentine.”

Laura menatap surat-surat cinta dimejaku. “Aku iri deh sama kamu. Belum pernah ada orang yang memberiku surat cinta.” Raut wajah Laura berubah menjadi sedih.

“Sudahlah, Ra. Lagian ribet tau nyimpen-nyimpen surat cinta. Tapi aku yakin kok suatu saat kamu bakal dapat surat cinta, dari kekasih kamu pastinya.” Laura tertawa. “Iya-iya deh”

Kamipun segera makan. Sebelum makananku habis, bel masuk telah berbunyi. Aku kebingungan. “Cepetan habisin, Jess! Sebelum Bu Nani masuk.”

Aku berusaha makan dengan cepat. Tetapi usahaku sia-sia. Bu Nani telah masuk ke kelas. “Jessica! Kenapa kamu masih makan? Kamu ngga denger bunyi bel masuk tadi? Cepat kamu keluar! Berdiri didepan kelas sambil pegang makanan kamu dan gigit sendokmu!”

Laura melihat kearahku dengan muka kasihan. Akupun segera keluar dan menuruti perintah Bu Nani.

Meskipun bel masuk telah berbunyi, masih banyak murid-murid yang berlalu-lalang. Mereka semua menertawakan diriku. Aku sangat malu.

“Kringg…Kringg…Kringg…”  Bel istirahat kedua telah berbunyi dan itu berarti aku terbebas dari hukuman. Aku segera membuang nasi tim yang aku pegang.

“Hey, jangan buang-buang makanan!” Aku terkejut saat melihat ada lelaki yang berbicara padaku. “Kamu ngga kasihan ya sama orang-orang yang susah payah membuat nasi tim ini?”

“Kasihan sih. Tapi selera makanku sudah hilang sejak dihukum tadi. Jadi aku buang deh makanannya.” “Lain kali jangan buang-buang makanan lagi ya!” “Iya, maaf.” Aku menjawab dengan kepala tertunduk.

“Kenalin. Aku kakak kelasmu, Elvin. Nama kamu siapa?” Kak Elvin mengulurkan tangannya. “Jessica.” Aku menjabat tangannya. Jantungku tiba-tiba berdegup dengan kencang sekali. “Kakak masuk ke kelas dulu ya, Jess.” Aku mengangguk.

Aku kembali masuk ke kelas. Aku menceritakan kejadian tadi ke Laura. “Entah kenapa, aku ngga pengen lepas tangannya dan pengen liat senyumnya terus.” Laura tertawa saat mendengar kata terakhirku. “Berarti kamu jatuh cinta saat percakapan pertama, Jess. Ciee….”

 “Ih, apaan sih?” “Tuh kan salting. Ciee yang lagi jatuh cinta.” Laura terus-menerus mengejekku. Hal itu menyebalkan.

Keesokan harinya, saat jam istirahat, aku dan Laura berjalan-jalan mengeliling sekolah sambil minum jus yang kami beli. “Daripada makan terus mending jalan-jalan bentar buat diet.” Pendapat Laura.

Lagipula aku juga ingin berkeliling. Siapa tahu bisa bertemu dengan Kak Elvin. Beberapa menit lagi pelajaran akan segera dimulai. Tapi aku belum bertemu dengan Kak Elvin. Aku kecewa sekali. Kamipun kembali menuju ke ruang kelas.

“Jess, kok ngga kayak biasanya sih meja kamu bersih dari surat-surat? Terus kenapa meja ku yang jadi penuh sama surat-surat ya?” “Itu berarti Tuhan telah mengabulkan permintaan kita, Ra. Kamu mau dapat surat dan aku tidak mau.”

Aku dan Laura melihat-lihat surat yang Laura terima. Laura meunjukkan selebar kertas kepadaku. “Jess, lihat deh. Masa disurat ini cuman ada gambar nasi tim? Ini mah bukan surat cinta, tapi daftar menu.” “Mungkin dia lapar.” Kami berdua tertawa terbahak-bahak.

Meskipun surat itu bukan untukku, aku ingin tahu siapa pengirimnya. Aku sangat penasaran. Tiba-tiba saja aku teringat dengan Kak Elvin. Aku belum bertemu dengannya dari tadi. Apa aku harus dihukum dulu ya baru aku bisa bertemu dengannya?

Saat pelajaran berikutnya, aku tidak bisa berkonsentrasi. Aku terus memikirkan Kak Elvin. Aku tidak mendengarkan Pak Tono yang sedang mengajar di depan kelas. “Jessica, kenapa kamu bengong? Coba kamu jelaskan apa yang sudah bapak bahas tadi!”

Aku kebingungan. Aku mencoba bertanya kepada Laura. Tiba-tiba saja, “Prakk...” Pak Tono memukul meja dengan keras.

“Bapak paling tidak suka anak yang tidak mendengarkan Bapak saat Bapak mengajar. Kamu! Berdiri didepan kelas dengan satu kaki dan tangan memegang telinga sampai pelajaran Bapak selesai!” Lagi-lagi aku harus dihukum.

Saat aku dihukum, Kak Elvin kembali lewat didepanku. Ternyata benar, aku harus dihukum baru bisa bertemu dengannya. “Kamu dihukum lagi ya, Jess? Kok bisa?” “Iya, Kak. Gara-gara aku tidak mendengarkan Pak Tono yang sedang mengajar.”

“Lain kali dengarkan guru yang sedang mengajar ya!” “Iya, Kak.” Kak Elvin menacungkan jempolnya dan bergegas pergi saat Pak Tono melihat kami sedang mengobrol .

Akhirnya, bel pulangpun berbunyi. Aku segera masuk kekelas dan duduk sejenak. “Aku tadi ketemu Kak Elvin lagi loh. Meski cuman bentar tapi setidaknya aku udah ketemu dia. Seneng deh.” Curhatku kepada Laura. “Ciee Jessica. Ternyata kamu memang suka sama Kak Elvin” “Yaudah, yuk kita pulang.” Aku mengalihkan pembicaraan. Kami berdua pulang bersama.

Terdengar suara klakson dari belakang. “Hai Jess! Butuh tumpangan?” “Suara itu… Apakah itu Kak Elvin?” Tanya ku dalam hati. Dan benar saja, itu Kak Elvin.

“Dia mau kok, Kak” Jawab Laura. “Heh? Bagaimana denganmu? Masa aku ninggalin kamu sendirian?” “Tidak apa, Jess. Lagipula kamu pasti capek berdiri terus dari tadi.”

“Bener nih, Ra?” “Iya bener, gunakan kesempatan ini dengan baik, Jess.” Bisik Laura kepadaku. Aku pun tersenyum dan segera  menaiki motor Kak Elvin.

Kak Elvin mampir dulu dirumahku. Kami mengobrol bersama dan di perbincangan kami, aku menceritakan tentang surat-surat cinta yang aku dapat.

Beberapa saat setelah Kak Elvin pulang, Papa dan Mama ku tiba dirumah. Setelah makan malam, kami duduk bersama di ruang keluarga. “Jessica, tahun depan kita akan pindah ke Surabaya.” Kata Papa ku.

Aku terkejut. “Surabaya? Kenapa kita pindah, Pa?” “Papa dan Mama akan bekerja dikantor Surabaya. Tidak mungkin kan Papa dan Mama meninggalkan kamu sendirian di Jakarta?”

Aku hanya diam dan tidak bisa berkata-kata. Tidak pernah ku fikirkan kejadian ini akan terjadi. Tapi, aku belum ingin memikirkan hal ini. Lagipula,aku masih punya waktu 1 tahun untuk membuat semua hal di Jakarta menjadi kenangan terindahku. Aku juga belum mau menceritakan hal ini kepada Laura dan Kak Elvin. Aku tidak ingin membuat mereka sedih.

Semenjak kejadian itu,  aku berusaha membuat segala sesuatu menjadi hal yang istimewa. Aku selalu mencoba membuat waktu kebersamaanku dengan Laura dan Kak Elvin menjadi berharga, menjadi hal yang terindah.

Aku mulai berfikir. Siapa orang yang harus ku utamakan. Apakah itu Kak Elvin? Atau spakah itu Laura? Mungkin tidak keduanya. Mereka sama-sama berharga dihidupku.
Setiap saat pulang sekolah, Kak Elvin selalu ingin mengantarku pulang. Tapi aku tidak mau meninggalkan Laura sendirian. Lelaki yang kita sukai bukan menjadi alasan untuk meninggalkan sahabat kan? Begitu prinsip baruku. Meski dulu aku pernah meninggalkan Laura.

Kak Elvinpun memutuskan 1 hal. “Mulai sekarang aku mau berjalan kaki juga deh. Biar bisa pulang bareng.” Jadi kami sekarang selalu pulang bertiga.

Setiap hari, aku dan Laura mencoba mencari tahu tentang si pengirim daftar menu. Tapi kami tidak pernah menemukan orangnya. Orang itu hanya mengirimkan suratnya sekali. Sampai suatu hari dijam istirahat…

“Jess. Lihat deh. Ada sendok di meja ku.” Laura menunjukkan sebuah sendok kepadaku. “Kok malah ada sendok sih? Siapa yang habis makan di mejamu?” “Ini bukan sendok biasa deh kayaknya, Jess. Coba kamu lihat ini.”

Ternyata ada kertas yang ditempelkan disendok. ‘Aku tunggu kamu’ “Wah, ini dari siapa ya? Apa dari si pengirim daftar menu? Kalau iya, berarti dia mau ketemu sama kamu tuh, Ra.” “Tapi dimana dan kapan ya?” “Pesannya kurang jelas nih. Coba deh kita cari pesan yang lain.”

Aku berkeliling kelas dan berhasil menemukan satu sendok lagi di dekat pintu. “Ra, lihat! Ada sendok lagi. Disini tertulis ‘Pulang sekolah’” “Pulang sekolah? Ah, info nya belum lengkap. Cari pesan yang lain lagi yuk!”

Kami berkeliling kelas lagi dan Laura berhasil menemukan sendok ketiga. “’Di tempat hukuman’. Maksudnya apa ya, Jess?” “Tempat hukuman? Aku ngga tau. Sepertinya orang ini mau bermain teka-teki dengan kita.”

Aku memiliki perasaan yang aneh. Nasi tim, sendok, dan tempat hukuman. Rasanya aku tau siapa itu. Tapi aku tidak yakin. Mungkinkah itu Kak Elvin? Tapi surat itu ditunjukkan untuk Laura, bukan aku.

“Aku rasa sih tempat hukuman itu di depan kelas, Ra.” “Kenapa kamu bisa bilang gitu?” “Engga tau. Pemikiranku yang bilang gitu.”

Sepulang sekolah, akupun menemani Laura untuk pergi ketempat hukuman itu. Dari kejauhan, terlihat seseorang yang berdiri ditempat hukuman. Aku berjalan menjauhi mereka. Aku tidak ingin mengganggu mereka.

Laurapun mendekati orang itu. “Kamu yang kasih sendok ini ke aku ya?” Tanya Laura sambil menunjukkan sendoknya ke lelaki itu.

Lelaki itu membalikkan badannya dan dia terkejut saat melihat Laura. “Laura?” “Kak Elvin?” Aku terkejut. Ternyata dugaan ku benar, orang itu memang Kak Elvin.

“Kok kamu yang mendapatkannya?” “Bukannya sendok ini untukku? Kalau bukan untuk aku, seharusnya sendok ini untuk siapa, Kak?”

“Sendok ini untuk  Jessica.” Aku terkejut. “Un..tuk.. A..ku?” Jawabku dengan tergagap. Aku berjalan mendekati mereka. “Iya kamu, Jess. Aku kan juga memberikan sebuah surat yang bergambar nasi tim. Apa kamu dapat?”

“Tidak. Aku yang mendapatnya Kak.” Laura menunjukkan surat itu ke Kak Elvin. “Kenapa malah jadi sampai ke Laura ya? Harusnya kan ini semua untuk Jessica. Meja kamu baris ke-3 dan ke-2 dari belakang kan, Jess?”

“Bukan. Itu meja Laura, Kak. Meja aku di baris ke-2 dan ke-3 dari belakang.” “Waduh. Berarti Kakak salah dong? Maafin Kakak ya Laura, Jessica.”

“Iya, Kak. Tidak apa-apa. Semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan kok.” Jawab Laura. “Iya, Kak. Bener kata Laura. Oh ya, ngomong-ngomong Kakak kenapa suruh aku ke sini?”

“Kakak mau ngomong sesuatu sama kamu, Jess. Kakak sebenernya suka sama kamu. Kakak sayang banget sama kamu. Sejak pertama kita bertemu disini, Kakak sudah suka padamu. Kamu mau ngga jadi pacar Kakak, Jess?” Kak Elvin mengeluarkan setangkai bunga mawar. Aku tidak menyangka.

“Sudah, Jess. Terima saja. Pasti kamu mau kan?” Laura memaksaku. Aku bimbang. “Sebenarnya, Jessica juga sudah suka sama Kakak lho pas kalian pertama kali ketemu. Dia ada cerita sama aku. Dia kan juga dihukum berdiri sama Pak Tono gara-gara bengong mikirin Kakak.”

“Ih, Laura. Jangan buka rahasia dong. Aku malu tau.” “Bener itu, Jess?” “I..ya.. Kak..” “Lalu gimana? Kamu mau jadi pacar Kakak ngga?” Aku bingung. Apa yang harus aku jawab? “Tapi janji ya Kak jika kita pacaran jangan sampai waktu kebersamaan aku dan Laura jadi berkurang.” “Iya, Jess. Pasti kok.” Laura tertawa mendengar pertanyaanku.

“Iya deh, Kak. Aku mau.” Aku menerima bunga mawar yang diberikan Kak Elvin. “Makasih ya, Kak.” “Ciee.. Pajak jangan lupa ya.”  Ledek Laura. “Ih, apaan sih. Inget dong, kamu kan lagi diet, Laura. Jadi ngga ada pajak-pajakkan.” “Kalo kamu mau kasih pajak kan aku bisa tunda dulu dietnya.” “Dasar kamu giliran gratis aja makan di nomor satuin.”

Kami bertiga tertawa bersama. “Oh ya, Jess. Maaf ya Kakak jarang ngirim surat cinta lagi. Dulu kamu pernah bilang kalau ngga mau dapat surat-surat cinta sih. Makanya Kakak ngga kirim surat cinta lagi. Emangnya kenapa kamu ngga mau dikasih surat cinta?”

“Yahh, Kakak. Maksud aku dulu itu ngga mau dapat surat cinta dari orang lain slain Kakak. Soalnya kan aku cuman mau dicintai dan mencintai kakak.” Kak Elvin tertawa. “Jessica jago gombal juga ternyata.”

Aku melihat Laura dan kak Elvin tertawa. Aku membayangkan jika nanti aku tidak bisa melihat senyuman mereka lagi. Semuanya pasti akan sangat menyedihkan.

Aku berjanji akan menjaga persahabatan aku dengan Laura dan juga hubungan aku dengan Kak Elvin. Aku tidak akan membuat mereka sedih.

Meskipun tahun depan akan ada jarak yang memisahkan hubungan kami, aku percaya semua ini tidak akan hancur. Jarak bukan alasan persahabatan dan percintaan menjadi retak kan?

Laura  tiba-tiba saja tertawa. “Ngeliat kisah cinta kalian aku jadi tahu satu hal nih, Kak, Jess.” “Tahu apa, Ra?” Tanya aku dan Kak Elvin penasaran.

“Resep cinta kalian. Bahannya itu nasi tim.”

“Alatnya sendok.”

“Dan tempat pembuatannya itu disini, ditempat hukuman.”

No comments:

Post a Comment