Aku memeras perutku. Menahan semua rasa sakit yang menyebar. Aku mempercepat gerakanku, mengambil secangkir gelas dan sebatang sendok. Aku mengambil 4 susu bubuk. Serpihan-serpihan itu mengingatkanku akan hatiku yang tercincang menjadi kecil. Aku meraih teko air panas, lalu menuangkan air itu kedalam gelas. Kenangan hangat tertuang lagi didalam benakku. Ketika semuanya masih bertahan dalam hati, ketika tidak ada pisau tajam yang terasah. Lalu, aku mengambil 2 sendok sereal. Aku seperti menyendok kembali perih-perih yang aku gemari dulu. Banyak lelah dan perih yang aku dapat dan masih ku simpan. Setelah itu, aku menuangkan air putih. Putih, bersih, dan jernih seperti air mataku yang dulu selalu di berikan kepada malam-malamku. Terakhir, aku aduk semua komponen-kompenen itu. Terpisah lalu menyatu. Perih, cinta, benci, semua bergabung, menjadi sebuah rasa yang khas.
Aku juga bisa merasakan dia merangkak naik ke atas otakku, pusat pikiranku. Terbongkar. Itulah sebab selama ini gambaran wajahmu selalu menghiasi pikiranku. Rasa itu terletak dan tertinggal pula di dalamnya. Dirimu terikat dalam pikiranku. Menjadi sebuah simpul indah yang sulit untuk aku kembalikan. Cacing-cacing ini tertidur pulas dan berhenti meringgis.
Secangkir susu sereal. Secangkir rasa istimewa yang akan aku seduhkan untukmu, agar kamu dapat menangkap segala hal yang kurasakan.
No comments:
Post a Comment