"Sebab cinta
tidak memandang siapa atau apa. Cinta hanya bisa berlabuh sesukanya, tanpa
sebuah aturan." -Dien Ilmi
Memang aku tak pernah memiliki garis hidup untuk menyimpan rasa ini.
Aku mencoba mengarang kisah yang lain. Memadamkan bara-bara api yang sudah menghanguskan kebahagiaanku. Menyisipkan cairan pembersih yang mampu mensterilkan pikiranku dari kenangan akan dia. Aku sedang menunggu. Berdiri mengantri untuk cinta yang ku harapkan. Namun pupus. Kenyataan mendendangkan ketidakdukungannya. Menolak mentah-mentak seluruh pengorbanan yang ku kerahkan.
Percuma.
Semakin lama aku memendam cinta yang tak bisa ku miliki. Semakin lama itu pula hatiku tersayat-sayat olehnya. Tak ada yang lebih bisa menyakiti, selain orang yang ku cintai sendiri. Juga keadaan yang mencemooh diam-diam.
Lalu apa? Aku saja tidak diperbolehkan untuk menanam rindu ataupun sebongkah cemburu.
Kenapa sewaktu aku berhasil merenggut kembali keberanianku, ketakutan tetap menjajah?
Kenapa saat aku sukses menyingkirkan keraguan, kenyataan menggagalkan segalanya?
Salahkah bila hatiku memilihmu?
Aku seorang diri menahan kepedihan karena kehilangan dan membendung perasaan yang tak terbalaskan.
Aku seorang diri menahan kepedihan karena kehilangan dan membendung perasaan yang tak terbalaskan.
Untuk dia sang perenggut sebagian pikiranku, yang bukan siapa-siapa.
No comments:
Post a Comment