14 July, 2020

--8

Saya rasa setiap orang pasti memiliki ego.
Tapi apa yang akan terjadi ketika diri sendiri bahkan orang sekitar terus memberi makan ego tersebut?
Mungkin kamu tidak menyadari perkembangan egomu itu.
Namun diriku sudah merasa lelah dan muak dengan segala tindakan yang kamu lakukan itu.

Menangis, berteriak, meronta, apapun kamu lakukan demi mencapai segala keiingianmu.
Apapun kamu tanyakan dan katakan demi memuaskan rasa ingin tahu mu yang terlampu berlebihan itu.

Tolong, berhenti.
Tingkat kesabaranku sudah mencapai batas.

14 Juli 2020
-Stefani

08 September, 2019

--7

Aku gembira,
dengan kedatanganmu kedalam hidupku.

Aku tahu melepaskan memang tidaklah mudah.
Namun aku sadar, mungkin kehadiranku tak banyak membuatmu bahagia.
Mungkin saja membuatmu risih,
bahkan sampai terasa ingin menghindar dari bayanganku.

Adakah rasa jijik didalam dirimu? 
Terhadap aku yang sempat kau panggil dengan cinta?
Tiadakah rasa kehilangan didalam dirimu?
Terhadap aku yang sempat kau peluk dengan hangat.

Maaf takkan lagi berarti apa-apa.
Mungkin hanya terdengar seperti omong kosong yang selalu dilontarkan dari bibirku.
Hanya terdengar sebagai sebuah pilihan terakhir yang entah apalagi bisa ku perbuat.

Aku tidak menyangka semua ini akan berakhir dengan begitu singkat.
Aku tidak pernah membayangkan dirimu pergi menghilang dari hidupku.
Dan mungkin mimpi terburukku itu harus terwujud.

Apakah cinta tak seadil itu?
Apakah kasih tak mampu mempertahankan?
Apakah kita tak lagi bisa bersatu?
Beginikah caramu untuk mengakhiri segalanya?
Beginikah caraku untuk mencoba mengembalikan segalanya?



-Juni, 2016
Stefani

03 April, 2019

--6

Hal yang membuatmu ragu adalah masa lalu yang menghantui.
Mungkin seperti bayangan
Terus mengikuti, dan takkan berhenti.
Tapi sampai kapan kau terus seperti ini?
Membiarkan hatimu membeku, siapapun tak dibiarkan untuk mencairkan.
Jika ada cinta yang perlahan mengetuk, apa dirimu masih terus ingin mengabaikan?

Suatu malam ditahun 2018
Stf

11 September, 2018

Berdamai

Mencintai seseorang memang tidak semudah itu,
entah berapa kali kau harus terluka,
jatuh bangun merajut cinta.

Mungkin memang terasa berat,
terutama ketika dirinya hanya terdiam,
membisu tidak mampu menjawab setiap kata yang kau utarakan.


Sungguh aku paham,
tapi mungkin itu sudah lebih dari cukup bagimu.
Kau dengan bangganya mengatakan sudah bisa melukiskan sebuah lengkungan disudut bibirnya.
Namun bagaimana dengan hatimu?
Apakah dia bahagia dengan hasil yang dia dapatkan?
Apakah setimpal dengan semua niat ketulusan yang kau miliki?

Tidak!

Jangan salahkan orang itu,
Dia hanyalah seseorang yang tidak sengaja kau berikan hati kepadanya.
Dan kau?
Ya hanya seseorang yang kebetulan pernah mampir mengetuk pintu,
sebentar,
begitu singkat hingga tak ada sedikitpun usaha yang menyentuh hatinya.

Kau berusaha meneguhkan hati,
mencoba mencari jalan keluar,
hendak menyembuhkan luka yang teramat dalam ini.

Satu-dua langkah kau pijakkan,
menjauh dari kehidupannya,
memilih untuk mundur.

Diujung sana,
masih tersimpan keinginan kecil untuk bisa membahagiakannya.

Tidak,
kau tidak boleh kembali.

Satu-dua langkah lagi kau pijakkan,
mengubur dalam-dalam semua impian yang pernah kau buat.
Dan kembali,
sosok wajah itu masih tergambar dengan jelas didalam hatimu

Perlahan,
kau mulai melupakannya.
Semakin lama perasaan itu kian memudar,
dan kau sudah mulai terbiasa,
berdamai dengan masa lalu,
berbahagia.



28 Agustus 2018
Stf

03 August, 2018

Hanya Sebuah Ungkapan Hati

Siapa sangka orang yang dulu begitu mencintaimu, menjauh seakan tak tahu apa-apa.

Mungkin beginilah cara cinta bekerja.
KEJAM.
Tak memikirkan sedikitpun perasaan orang-orang yang menjalaninya.
Ataukah bukan cinta yang kejam?
Tapi orang-orang egois yang begitu haus akan kasih sayang.

Memutar-mutar diriku dalam sebuah siklus yang bahkan tidak ku ciptakan, namun sulit untuk kuhindari.
Dan kini, aku kembali masuk dalam masa-masa dimana aku patah hati lagi.

Aku mengejar apapun yang bisa membuatku nyaman dan bahagia.
Menyimpan segala kenangan -pahit, manis, hambar, apapun- yang bisa membuatku belajar, bertahan, dan terlepas dari siklus ini.

Namun,
mengapa sampai saat ini sulit bagiku untuk melepaskanmu?
Merelakan sesosok lelaki yang telah mengolok-olok diriku, memaksaku untuk pergi dari kehidupannya.

Siapa yang meminta dirimu untuk datang ke kehidupanku dan memasukinya?
membagikan kebahagiaan dan canda tawa untukku?
atau menciptakan sebuah hubungan yang malah kau hancurkan sendiri?

Siapa pula yang mau menciptakan, namun merusak hasil karyanya sendiri?!

Satu.
Dua.
Tiga.
Empat bulan berlalu tanpa satu hari pun yang terlewatkan tanpa memikirkanmu.

Apa kau juga memikirkanku sebagaimana aku memikirkanmu?
Apa kau sudah bahagia bersama yang lain, mengubur dalam-dalam kenangan yang sudah kita lewati bersama?
Sanggupkah aku melihatmu bergandengan tangan dengan wanita lain?

Maafkan aku.
Sungguh.
Aku tak pernah berharap ini akan terjadi.
Tapi sejak kapan sesuatu berjalan sesuai dengan harapanmu?

7 Juni 2016

Stf

01 August, 2018

Seakan Baru Kemarin

Ada sepotong waktu yang enggan ku hapus dari ingatanku.
Ada sepotong waktu yang begitu ingin ku lenyapkan, namun aku tak berdaya.

Seperti sepotong waktu itu.
Ketika hal yang tak pernah ku bayangkan akan terjadi, terjadi begitu saja dengan mudah.

Kau membuat mulutku kaku.
Tak berdaya mengucap sepatah-dua patah kata.

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Ketika amarahmu yang selama ini kerap kau sembunyikan,
diluapkan,
tanpa berpikir itu akan menyakitiku.

Aku terkejut.
Terlebih lagi belum pernah ada seseorang yang memarahiku,
atau mendiamkanku,
sampai sebegitunya.

Ataukah,
diriku terlalu berlebihan mengambarkannya?

Namun ingatan itu masih terasa segar.
Seakan baru kemarin,
kau membuat air mataku menetes begitu derasnya.

Seakan baru kemarin,
kau membuatku tertawa terbahak-bahak dengan seluruh leluconmu.

Seakan baru kemarin,
kau memberiku setangkai mawar dan sepucuk surat merah.

Seakan baru kemarin,
kau berkata "aku mencintaimu, sepenuh hatiku".

Semua ini seakan-akan hanyalah sebuah mimpi -entah buruk ataukah indah- yang pernah terjadi didalam hidupku.

Jadi, apa yang sebaiknya aku rasakan?
Benci?
Bahagia?
Atau apa?


14 Desember 2016.
Dikala itu kita masih bahagia,


Stf

31 July, 2018

--5

Kemanakah dirimu sewaktu aku jatuh sakit dan membutuhkan perhatian?
Kemanakah hatimu sewaktu aku menawarkan bantuan dan kau tolak mentah-mentah?
Kemanakah hatimu sewaktu aku meminta penjelasan dan kau jawab dengan amarah?
Jadi begitukah rupamu yang sebenarnya?
Yang hanya mampu duduk terdiam lalu meluapkan emosi kepadaku?
Yang hanya mampu mengeretak kemudian meninggalkanku dalam isak tangis?
Beginikah akhir cintaku yang kupikir bahagia bersamamu?


2016
Stf